Jakarta (ANTARA News) - Pakar forensik dan toksikologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Djaja Surya Atmadja, mengatakan kematian Wayan Mirna Salihin bukan karena sianida.



Djaja dihadirkan sebagai saksi ahli oleh tim penasihat hukum terdakwa kasus tewasnya Mirna, Jessica Kumala Wongso, dalam persidangan ke-19 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.



"Matinya bukan karena sianida," kata Djaja mantap.



Klaim Djaja berdasarkan salah satu temuan barang bukti yang menyebutkan ada sisa sianida sebanyak 0,2 miligram di dalam lambung Mirna, yang disebutnya masih berada di bawah batas wajar.



Selain itu, menurut pengajar mata kuliah toksikologi sianida di UI sejak 1990 itu, seharusnya sebuah kematian bisa disebut disebabkan oleh sianida jika ditemukan sisa sianida dan enzim tiosianat di urine, liur, hati dan empedu korban.



Djaja menyebut kandungan sianida wajar ditemukan di dalam tubuh manusia karena di sekitar kita banyak zat yang memiliki kandungan sianida, termasuk rokok, kopi, udara dan banyak hal lain.



Sianida yang ada di sekitar manusia bukan tidak mungkin terhirup atau masuk ke dalam tubuh, namun tubuh manusia memiliki sistem imun berupa enzim protease yang berperan sebagai fungsi detoksifikasi untuk mementahkan dampak sianida dalam jumlah kecil tersebut.



"Sianida baru bisa membunuh seseorang jika masuk dalam jumlah banyak hingga meracuni. Dalam literatur adalah 150-250 miligram per liter," katanya.



Djaja merupakan ahli patologi forensik yang sejak 1986 telah melakukan lebih dari 300.000 kasus otopsi dan menjadi pengajar toksikologi sianida di UI sejak 1990.