Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja kecewa terhadap vonis majelis hakim yang menjatuhkan putusan tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan karena menilai Ariesman terbukti menyuap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

"Tentu ada yang kami sesali, menurut pertimbangan majelis terbukti pemberian uang Rp2 miliar adalah guna menyuruh Pak Sanusi agar mengakomodasi kepentingan Pak Ariesman dalam kaitan penyusunan Raperda," kata pengacara Ariesman, Adardam Achyar, seusai sidang pembacaan putusan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Menurut dia, secara lebih spesifik menurut hakim itu adalah agar Sanusi sekuat mungin berusaha menghilangkan draft pasal yang mengatur soal tambahan kontribusi sebesar 15 persen dikali NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dari nilai tanah yang akan dijual.

"Menurut kami ini tidak masuk akal," katanya.

Ariesman dan asisten pribadinya bernama Trinanda Prihantoro dinilai oleh majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Masud, Baslin Sinaga, Ugo dan Anwar terbukti menyuap Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

Trinanda divonis 2,5 tahun ditambah denda sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar rumusan pasal raperda RTRKSP terkait kontribusi tambahan yang semula 15 persen dikali luasan wilayah yang bisa dijual menjadi akan diatur di pergub dan mengubah rumusan penjelasan pasal 110 ayat (5) huruf c dari semula "cukup jelas" menjadi "tambahan kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang.

"Karena seperti yang disampaikan Pak Ahok ketika bersaksi, beliau tidak yakin Pak Ariesman ini menyuap Rp2 miliar, karena apa berbicara angka 15 persen seperti yang disampaikan oleh saksi dari Pemda? Mana mungkin bicara suap-menyuap itu, nilainya kalau mau menghapus angka Rp44 triliun lalu memberikan suap Rp2 miliar?" ungkap Adardam.

Menurut Adardam, Sanusi tidak bisa seorang diri mengubah konsep raperda RTRKSP.

"Tidak ada artinya seorang Sanusi untuk bisa mengubah atau menambah draft raperda. Raperda itu dibahas antara eksekutif dan legislatif, rapat dilakukan secara terbuka, memakai mikrofon, dan TV dan bisa dilihat siapa pun. Bagaimana cara Sanusi mempengaruhi seluruh anggota Balegda? Bagaimana cara Sanusi menggerakkan seluruh eksekutif dalam rapat pembahasan untuk menghapus tambahan kontribusi. Itu yang oleh majelis hakim tidak dipertimbangkan," tambah Adardam.

Oleh karena itu, Adardam tetap yakin bahwa pemberian uang Rp2 miliar dari Ariesman itu hanya sebagai bantuan untuk Sanusi yang ingin melaju sebagai calon gubernur.

Adardam menilai hakim anya memutus berdasar petunjuk yang bersifat subjektif.