Kriminolog: gestur Jessica ungkap sinyal kecemasan
1 September 2016 13:18 WIB
Sidang Jessica Kumala Wongso Terdakwa kasus pembununan Mirna Salihin, Jessica Wongso (kiri), bersama para kuasa hukumnya mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Mirna Wayan Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Ahli kriminologi dari Universitas Indonesia Ronny Rahman Nitibaskara (73) mengatakan terdakwa Jessica Kumala Wongso beberapa kali memperlihatkan sinyal kecemasan menurut hasil pengamatan rekaman CCTV Kafe Olivier pada 6 Januari.
Saat bersaksi dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, ia mengatakan bahwa Jessica terlihat mengibaskan rambut ketika duduk di dekat kursi yang akan ditempati oleh Mirna.
"Ini sinyal menyamankan diri. Saat berada di kondisi gelisah, tegang, cemas, orang akan menyentuh bagian tubuh sendiri. Jessica menyentuh rambutnya," kata Ronny.
Dia juga menangkap ada kesan ingin menutupi sesuatu saat Jessica meletakkan tas kertas di atas meja.
Penasihat Kepala Polri Bidang Kriminologi itu menjelaskan, gestur menghalangi dilakukan untuk menutupi situasi yang tidak nyaman.
Dia juga melihat Mirna tidak nyaman saat berpelukan dengan Jessica karena ketika berpelukan Mirna memberi jarak sebagai gestur penolakan nonverbal.
Jaksa mendakwa Jessica menggunakan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan Berencana dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta usai meminum es kopi Vietnam bercampur sianida di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.
Saat bersaksi dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, ia mengatakan bahwa Jessica terlihat mengibaskan rambut ketika duduk di dekat kursi yang akan ditempati oleh Mirna.
"Ini sinyal menyamankan diri. Saat berada di kondisi gelisah, tegang, cemas, orang akan menyentuh bagian tubuh sendiri. Jessica menyentuh rambutnya," kata Ronny.
Dia juga menangkap ada kesan ingin menutupi sesuatu saat Jessica meletakkan tas kertas di atas meja.
Penasihat Kepala Polri Bidang Kriminologi itu menjelaskan, gestur menghalangi dilakukan untuk menutupi situasi yang tidak nyaman.
Dia juga melihat Mirna tidak nyaman saat berpelukan dengan Jessica karena ketika berpelukan Mirna memberi jarak sebagai gestur penolakan nonverbal.
Jaksa mendakwa Jessica menggunakan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan Berencana dalam perkara tewasnya Wayan Mirna Salihin di Rumah Sakit Abdi Waluyo Jakarta usai meminum es kopi Vietnam bercampur sianida di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016
Tags: