Penyakit polusi udara tewaskan 50.000 orang per tahun di Inggris
31 Agustus 2016 19:32 WIB
Tingkat Polusi Udara Jakarta. Asap polusi udara berada di kawasan Jakarta, Senin (30/3/2015). Data penelitian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di 14 kota metropolitan di tanah air menobatkan Jakarta Utara sebagai kota dengan tingkat polusi udara terburuk se-Indonesia yang disebabkan banyak aktivitas industri dan kendaraan berat di kawasan Tanjung Priok. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
London (ANTARA News) - Mobil, bus dan truk barang adalah penyebab utama polusi udara di lebih 95 persen daerah yang dirancang sebagai tempat penanganan kualitas udara di Inggris, kata satu tim peneliti dari Bristol, Selasa (30/8).
Perkiraan saat ini menunjukkan 50.000 lebih kematian setiap tahun dapat disebabkan oleh penyakit polusi udara di Inggris, demikian pengungkapan laporan tersebut sebelum debat tahunan pada Rabu di Royal Geographical Society (bersama Institute of British Geographers), lapor Xinhua-OANA.
Dr. Tim Chatterton dan Prof. Graham Parkhurst dari University of the West of England di Bristol mengatakan perencana angkutan di Inggris tidak secara layak memperhitungkan dampak lingkungan hidup dari pilihan transportasi.
Kedua akademikus tersebut meneliti kegiatan praktek dan kebijakan sejak peraturan lingkungan hidup parlemen pada 1995 mengharuskan Inggris meningkatkan kualitas udara untuk mencapai standard yang diterima masyarakat internasional.
Mereka mengatakan tindakan pada lingkungan hidup nyata memperlihatkan sedikit peningkatan telah dicapai dalam dua dasawarsa belakangan.
Chatterton dan Parkhurt telah melakukan kajian untuk mengidentifikasi penyebab mengapa konsentrasi polusi udara dari angkutan darat di Inggris telah memperlihatkan nyaris tak ada pengurangan selama 21 tahun terakhir.
Studi mereka menyatakan perencana angkutan di Inggris tidak secara tepat memperhitungkan dampak lingkungan hidup dari pilihan angkuatan, demikian laporan Xinhua.
Mereka mengatakan kecelakaan lalu-lintas terus menjadi keprihatinan utama perencana angkutan, sementara "polusi udara telah dirancang sebagai prioritas bersama antara Departemen Urusan Pedesaan, Pangan dan Lingkungan Hidup serta Departemen Angkutan".
Parkhurt mengatakan, "Polusi udara barangkali adalah perwujudan paling parah dari kegagalan umum perencanaan angkutan di Inggris karena mereka tidak secara layak memperhitungkan dampak lingkungan hidup".
(Uu.C003)
Perkiraan saat ini menunjukkan 50.000 lebih kematian setiap tahun dapat disebabkan oleh penyakit polusi udara di Inggris, demikian pengungkapan laporan tersebut sebelum debat tahunan pada Rabu di Royal Geographical Society (bersama Institute of British Geographers), lapor Xinhua-OANA.
Dr. Tim Chatterton dan Prof. Graham Parkhurst dari University of the West of England di Bristol mengatakan perencana angkutan di Inggris tidak secara layak memperhitungkan dampak lingkungan hidup dari pilihan transportasi.
Kedua akademikus tersebut meneliti kegiatan praktek dan kebijakan sejak peraturan lingkungan hidup parlemen pada 1995 mengharuskan Inggris meningkatkan kualitas udara untuk mencapai standard yang diterima masyarakat internasional.
Mereka mengatakan tindakan pada lingkungan hidup nyata memperlihatkan sedikit peningkatan telah dicapai dalam dua dasawarsa belakangan.
Chatterton dan Parkhurt telah melakukan kajian untuk mengidentifikasi penyebab mengapa konsentrasi polusi udara dari angkutan darat di Inggris telah memperlihatkan nyaris tak ada pengurangan selama 21 tahun terakhir.
Studi mereka menyatakan perencana angkutan di Inggris tidak secara tepat memperhitungkan dampak lingkungan hidup dari pilihan angkuatan, demikian laporan Xinhua.
Mereka mengatakan kecelakaan lalu-lintas terus menjadi keprihatinan utama perencana angkutan, sementara "polusi udara telah dirancang sebagai prioritas bersama antara Departemen Urusan Pedesaan, Pangan dan Lingkungan Hidup serta Departemen Angkutan".
Parkhurt mengatakan, "Polusi udara barangkali adalah perwujudan paling parah dari kegagalan umum perencanaan angkutan di Inggris karena mereka tidak secara layak memperhitungkan dampak lingkungan hidup".
(Uu.C003)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: