Houthi tidak akan dibiarkan ambil alih Yaman
31 Agustus 2016 15:39 WIB
Sejumlah pria bersenjata memenuhi bagian belakang sebuah truk untuk mengikuti aksi yang diadakan oleh pendukung pemberontak Houthi dan mantan presiden Ali Abdullah Saleh merayakan perjanjian yang dicapai Saleh dan Houthi untuk membentuk dewan politik pemerintah negara secara sepihak, di Sanaa, Yaman, Senin (1/8/2016). (REUTERS/Khaled Abdullah)
Beijing (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, mengatakan, Rabu, gerakan Houthi yang bersekutu dengan Iran tidak akan dibiarkan mengambil alih Yaman, dan menuduh Iran berupaya menebar kerusuhan di sekitar kawasan itu.
Kepala dewan tinggi politik yang didukung Houthi, Senin, menyatakan kesiapannya untuk memulai kembali negosiasi guna mengakhiri perang Yaman, namun mensyaratkan hak melawan serangan pemerintahan terusir yang didukung Saudi, yang mencoba menggulingkannya.
Dialog disponsori PBB untuk mengakhiri pertempuran selama 18 bulan pada Agustus gagal dan gerakan Houthi maupun pasukan sekutu yang setia pada mantan presiden Ali Abdullah Saleh kembali melancarkan penembakan ke arah negara tetangga Arab Saudi.
Dialog tersebut rusak setelah Houthi dan Kongres Rakyat Umum yang dipimpin Saleh mengumumkan pembentukan dewan pemerintahan beranggotakan 10 orang pada 6 Agustus, dan mengabaikan peringatan utusan Yaman untuk PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed bahwa langkah seperti itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai penyelesaian konflik tersebut.
Kepada Reuters di Beijing, al-Jubeir mengatakan, bola ada di tangan Houthi agar dialog damai bisa kembali dilakukan.
"Apa yang pasti, tidak dipertanyakan lagi, pasti, mereka tidak akan diperbolehkan mengambil alih Yaman. Titik. Jadi pemerintah yang sah akan dipertahankan," kata al-Jubeir.
"Peluang yang mereka punya adalah memasuki proses politik, mencapai kesepakatan ... untuk kepentingan seluruh rakyat Yaman termasuk Houthi," katanya.
Arab Saudi dan sekutu-sekutu Arab menuding Houthi menjadi bidak bagi Iran dan melancarkan intervensi militer untuk mengembalikan kekuasaan Hadi.
Houthi bersikukuh, membentuk aliansi dengan Saleh yang mendapat dukungan dari sebagian besar militer.
Houthi dan GPC menguasai sebagian besar wilayah utara Yaman, sementara pasukan pemerintahan terusir menguasai sisa wilayah negara dengan suku-sukunya.
Setidaknya 10 ribu orang tewas dalam perang sipil Yaman selama 18 bulan, kata PBB, Selasa, hampir dua kali lipat estimasi lebih dari 6 ribu yang dikutip para pejabat dan pekerja bantuan selama 2016.
Sebelumnya dalam pidato di hadapan mahasiswa di universitas Beijing, al-Jubeir mengecam Iran.
"Kami lihat Iran mendukung Houthi di Yaman dan mencoba mengambil alih pemerintah, memasok senjata bagi Houthi, menyelundupkan bahan peledak ke Bahrain, Kuwait dan Arab Saudi," katanya.
"Kami harap kami bisa menjadi tetangga yang baik seperti sebelum revolusi 1979," kata al-Jubeir.
"Terserah pada Iran untuk memperbaiki sikapnya."
Kepala dewan tinggi politik yang didukung Houthi, Senin, menyatakan kesiapannya untuk memulai kembali negosiasi guna mengakhiri perang Yaman, namun mensyaratkan hak melawan serangan pemerintahan terusir yang didukung Saudi, yang mencoba menggulingkannya.
Dialog disponsori PBB untuk mengakhiri pertempuran selama 18 bulan pada Agustus gagal dan gerakan Houthi maupun pasukan sekutu yang setia pada mantan presiden Ali Abdullah Saleh kembali melancarkan penembakan ke arah negara tetangga Arab Saudi.
Dialog tersebut rusak setelah Houthi dan Kongres Rakyat Umum yang dipimpin Saleh mengumumkan pembentukan dewan pemerintahan beranggotakan 10 orang pada 6 Agustus, dan mengabaikan peringatan utusan Yaman untuk PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed bahwa langkah seperti itu melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai penyelesaian konflik tersebut.
Kepada Reuters di Beijing, al-Jubeir mengatakan, bola ada di tangan Houthi agar dialog damai bisa kembali dilakukan.
"Apa yang pasti, tidak dipertanyakan lagi, pasti, mereka tidak akan diperbolehkan mengambil alih Yaman. Titik. Jadi pemerintah yang sah akan dipertahankan," kata al-Jubeir.
"Peluang yang mereka punya adalah memasuki proses politik, mencapai kesepakatan ... untuk kepentingan seluruh rakyat Yaman termasuk Houthi," katanya.
Arab Saudi dan sekutu-sekutu Arab menuding Houthi menjadi bidak bagi Iran dan melancarkan intervensi militer untuk mengembalikan kekuasaan Hadi.
Houthi bersikukuh, membentuk aliansi dengan Saleh yang mendapat dukungan dari sebagian besar militer.
Houthi dan GPC menguasai sebagian besar wilayah utara Yaman, sementara pasukan pemerintahan terusir menguasai sisa wilayah negara dengan suku-sukunya.
Setidaknya 10 ribu orang tewas dalam perang sipil Yaman selama 18 bulan, kata PBB, Selasa, hampir dua kali lipat estimasi lebih dari 6 ribu yang dikutip para pejabat dan pekerja bantuan selama 2016.
Sebelumnya dalam pidato di hadapan mahasiswa di universitas Beijing, al-Jubeir mengecam Iran.
"Kami lihat Iran mendukung Houthi di Yaman dan mencoba mengambil alih pemerintah, memasok senjata bagi Houthi, menyelundupkan bahan peledak ke Bahrain, Kuwait dan Arab Saudi," katanya.
"Kami harap kami bisa menjadi tetangga yang baik seperti sebelum revolusi 1979," kata al-Jubeir.
"Terserah pada Iran untuk memperbaiki sikapnya."
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: