Surabaya (ANTARA News) - Komunitas Peduli Surabaya Rek Ayo Rek (RAR) menilai sosok almarhumah Sulistina Sutomo, istri Pahlawan Nasional Bung Tomo, merupakan tauladan dan panutan bagi warga Surabaya.

"Warga Surabaya kehilangan beliau. Almarhumah adalah sosok wanita pejuang dan setia memdampingi Bung Tomo. Saat Bung Tomo mengobarkan semangat arek arek Suroboyo dalam peristiwa 10 Nopember 1945," kata Sekretaris RAR Isa Ansori kepada Antara di Surabaya, Rabu.

Almarhumah Sulistina Sutomo meninggal dunia di usia 91 tahun pada Rabu dini hari pukul 01.42 WIB setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit di Jakarta.

Rencananya, almarhumah diberangkatkan dari Jakarta ke Surabaya pukul 11.30 WIB dari Bandara Halim Perdanakusuma, kemudian dishalatkan di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya.

Isa mengatakan saat Bung Tomo mengobarkan semangat arek-arek Suroboyo dalam peristiwa 10 Nopember 1945, perobekan bendera merah putih biru menjadi merah putih, tidak banyak yang tahu memang kiprah almarhumah Sulistina Sutomo.

"Tapi bisa dipastikan bahwa beliau adalah sosok yang selalu setia menemani Bung Tomo di saat suka dan duka," katanya.

Kesetiaan dan kebersamaan adalah sebuah contoh nilai yang bisa Diambil dari perjalanan Bung Tomo dan Ibu Sulistina, sehingga sebagai generasi muda terutama arek-arek Suroboyo, layaklah nilai nilai tersebut disemai dalam tatanan kehidupan sosial kita.

"Selamat jalan ibu, Semoga Allah selalu memberkahi jasad ibu dan dipertemukan dengan Bung Tomo, Pahlawan Kita di Surga kelak, amien," katanya.

Salah seorang Jurnalis di Surabaya yang juga anggota RAR, Hany Akasah sempat membuat catatan pada saat ngobrol dengan almarhumah Sulistina Sutomo yang kerap dipanggil Lies beberapa waktu lalu.

"Pasangan suami istri Bung Tomo dan Lies adalah pasangan romantis. Bahkan semboyan tresno jalaran soko kulino pun sukses dilakukan Bung Tomo yang menikahi Lies di Malang pada tahun 1947," katanya.

Ia mengatakan awal pertemuan Lies dengan Bung Tomo pada tahun 1945, saat Lies bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI).

Lies dari Malang dikirim khusus ke Surabaya untuk merawat para pejuang yang gugur dan terluka dalam peristiwa bersejarah 10 November dan di Surabaya itulah kenal dengan Bung Tomo.

Lies cukup salah tingkah dengan gerak-gerik pria kelahiran Kampung Blauran, Surabaya, yang saat itu sudah menjadi idola rakyat.

Bung Tomo selalu cari perhatian ketika Lies bekerja merawat para pejuang yang terluka di tenda-tenda pertolongan.

Perjuangan Bung Tomo menaklukkan istrinya tak berhenti ketika itu saja.

Bung Tomo terus merajut romantismenya dalam setiap surat-surat yang dikirim ketika bertugas keluar kota.

Saking cintanya dengan surat Bung Tomo, Lies pun menulis buku berjudul "Romantisme Bung Tomo, Kumpulan Surat dan Dokumen Pribadi Pejuang Revolusi Kemerdekaan" pada tahun 2006 lalu.

Lies sempat mengatakan ada ajaran Bung Tomo yang sering didengungkan kepada keluarga dan masyarakat waktu itu yakni jujur dan berjuang.

"Jika kita jujur, sehingga tidak merugikan orang lain, sehingga bisa memakmurkan orang lain," kata Hany menirukan perkataan Lies saat itu.

Sebagai istri yang tahu betul bagaimana perjuangan suaminya, Lies begitu mengingat bahwa suaminya hanya ingin rakyat Indonesia makmur dan sejahtera.

Ide membangun Taman Perdamaian Dunia di Jawa Timur pun muncul dari benak Lies untuk merealisasikan apa yang diinginkan suaminya.