Kapolri: kesimpulan sementara SP3 15 perusahaan karena tak cukup bukti
30 Agustus 2016 05:46 WIB
Upaya Pemadaman Karhutla Riau. Helikopter BNPB jenis MI-8 melakukan pengeboman air di atas areal hutan dan lahan yang terbakar di Desa Medang Kampai, Dumai, Riau, Selasa (9/8/2016). Pemerintah Provinsi Riau melalui Satgas Karhutla terus melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan dari udara dan darat untuk meminimalisir 'hot spot' yang ada di Riau. (ANTARA/Rony Muharrman)
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan kesimpulan sementara SP3 15 perusahaan oleh Polda Riau karena tidak cukup bukti korporasi terlibat dalam kasus Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
"Saya belum melihat kasus ini secara detail karena baru menjabat sebagai Kapolri pada Juli 2016 sedangkan perkembangan kasus sudah dari tahun sebelumnya. Namun begitu tim dari Bareskrim dan Propam sudah turun melihat apakah kasus ini layak untuk dihentikan, kesimpulan sementaranya memang tidak cukup bukti," kata Jenderal Tito Karnavian usai ramah tamah Pemprov Riau dengan Kapolri beserta jajarannya di Balai Serindit Gedung Daerah, Kota Pekanbaru, Senin.
Dia memaparkan, kesimpulan sementara tidak cukupnya bukti 15 perusahaan terlibat Karhutla pada tahun lalu, disebabkan pertama persoalan lahan milik perusahaan tetapi tidak diketahui siapa pelaku pembakar lahan, persoalan kedua lahan terbakar diluar lahan korporasi namun api merambat memasuki kawasan tersebut. Dan persoalan ketiga ketika terjadi sengketa, dimana lahan milik korporasi namun masyarakat tinggal di sana kemudian terjadi kebakaran di titik tersebut.
"Sebenarnya terkait Karhutla ada kasusnya yang sudah diajukan baik itu perorang maupun perusahaan kepada pengadilan dan ada yang diberhentikan," kata dia.
Namun begitu, kata dia, pada prinsipnya dia meminta jajaran Polda Riau untuk mengusut tuntas perusahaan yang terlibat dalam kasus kebakaran lahan.
"Prinsip utama saya sampaikan, kalau betul ada faktor kesengajaan korporasi terlibat, kita tidak akan segan-segan melakukan penegakan hukum," tegasnya.
Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015 lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau. Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut.
Saat disinggung soal delapan dari 15 perusahaan yang dihentikan penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau dan kembali terbakar selama Agustus 2016 ini, ia mengatakan perlu mendiskusikannya secara internal terlebih dahulu.
Lebih lanjut, dikatakannya kepada jajaran di Polda Riau untuk terus mengusut tuntas pelaku pembakar lahan agar menimbulkan efek jerah bagi yang lainnya. Dikatakannya, dalam penegakan hukum ada tahap lidik menjadi sidik. Lidik merupakan tahapan mendalami apakah ada tindak pidana, jika ada akan ditingkatkan menjadi penyidikan.
"Saya belum melihat kasus ini secara detail karena baru menjabat sebagai Kapolri pada Juli 2016 sedangkan perkembangan kasus sudah dari tahun sebelumnya. Namun begitu tim dari Bareskrim dan Propam sudah turun melihat apakah kasus ini layak untuk dihentikan, kesimpulan sementaranya memang tidak cukup bukti," kata Jenderal Tito Karnavian usai ramah tamah Pemprov Riau dengan Kapolri beserta jajarannya di Balai Serindit Gedung Daerah, Kota Pekanbaru, Senin.
Dia memaparkan, kesimpulan sementara tidak cukupnya bukti 15 perusahaan terlibat Karhutla pada tahun lalu, disebabkan pertama persoalan lahan milik perusahaan tetapi tidak diketahui siapa pelaku pembakar lahan, persoalan kedua lahan terbakar diluar lahan korporasi namun api merambat memasuki kawasan tersebut. Dan persoalan ketiga ketika terjadi sengketa, dimana lahan milik korporasi namun masyarakat tinggal di sana kemudian terjadi kebakaran di titik tersebut.
"Sebenarnya terkait Karhutla ada kasusnya yang sudah diajukan baik itu perorang maupun perusahaan kepada pengadilan dan ada yang diberhentikan," kata dia.
Namun begitu, kata dia, pada prinsipnya dia meminta jajaran Polda Riau untuk mengusut tuntas perusahaan yang terlibat dalam kasus kebakaran lahan.
"Prinsip utama saya sampaikan, kalau betul ada faktor kesengajaan korporasi terlibat, kita tidak akan segan-segan melakukan penegakan hukum," tegasnya.
Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015 lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau. Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut.
Saat disinggung soal delapan dari 15 perusahaan yang dihentikan penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau dan kembali terbakar selama Agustus 2016 ini, ia mengatakan perlu mendiskusikannya secara internal terlebih dahulu.
Lebih lanjut, dikatakannya kepada jajaran di Polda Riau untuk terus mengusut tuntas pelaku pembakar lahan agar menimbulkan efek jerah bagi yang lainnya. Dikatakannya, dalam penegakan hukum ada tahap lidik menjadi sidik. Lidik merupakan tahapan mendalami apakah ada tindak pidana, jika ada akan ditingkatkan menjadi penyidikan.
Pewarta: Fazar Muhardi dan Diana Syafni
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: