Jakarta (ANTARA News) - Masih soal gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Satwa cerdas yang setia pada ikatan kelompoknya itu menjadi ikon mulai dari Way Kambas, kemudian Provinsi Lampung, dan berlanjut ke Sumatera maupun Indonesia. Kini gajah pun menjadi ikon di kawasan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Keberadaan spesies yang hanya hidup di Pulau Sumatera tersebut membawa Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, baru-baru ini dinobatkan menjadi Taman Warisan ASEAN atau ASEAN Heritage Park (AHP) ke-36.
Sebuah kebanggaan yang tentu harus diikut dengan tanggung jawab besar menjaga dan mengelola dengan baik keanekaragaman hayati yang ada di dalam taman nasional tersebut. Gajah sudah pasti diantaranya, selain juga satwa-satwa endemik lain seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).
Namun demikian ancaman terbesar bagi satwa-satwa langka ini masih sama, yakni perburuan liar. Data yang dimiliki Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) menyebutkan total gajah sumatera mengalami penurunan, dari 2400 hingga 2800 pada 2007 di seluruh Sumatera kini berkurang menjadi 1700 individu.
Pada periode 2011-2015, WCS juga mencatat total 18 ekor gajah menjadi korban di mana 16 ekor mati akibat perburuan dan dua ekor lainnya akibat konflik manusia dengan gajah di Way Kambas.
Berbagai cara telah diupayakan oleh Pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah untuk menjaga keberadaan mamalia bertubuh tambun itu. Kini pilihan melibatkan masyarakat secara langsung untuk menjaga satwa-satwa terancam punah ini semakin diperbesar.
Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menyiapkan festival besar untuk para gajah. Festival Way Kambas Pesona Indonesia yang akan digelar pada 11 November 2016, selama tiga hari, dikemas sedemikian rupa dengan tujuan menarik perhatian masyarakat Indonesia hingga mancanegara pada gajah sumatera dan Way Kambas.
Bupati Lampung Timur Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim saat mendatangi wartawan yang mengikuti journalist trip-International Elephants Day yang diadakan WCS-IP dan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Lingkungan Hidup Universitas Lampung (Unila) di Desa Labuhan Ratu VI mengatakan tujuan utama dari festival agar masyarakat menoleh kembali ke gajah.
"Kalau nggak ya habis," kata Chusnunia.
Ia mengajak semua mengingat kembali kasus Yongki, gajah patroli yang ada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang ditemukan mati dan kehilangan gadingnya pada 18 September 2015. Yongki sempat beraksi dalam tayangan video music (klip) "Gajah" yang dibawakan penyanyi Tulus.
Masyarakat harus semakin banyak yang peduli dengan ancaman perburuan liar, dan festival tersebut diharapkan menjadi tempat sosialisasi sekaligus menyumbang perolehan bagi masyarakat Lampung Timur.
"Intinya Way Kambas harus dijaga. Way Kambas juga tidak hanya punya Pusat Konservasi Gajah saja, tapi ada juga desa wisata, ada taman nasional, ada kebun-kebun buah seperti jambu kristal yang di bisa didatangi," ujarnya.
Meskipun, menurut ahli satwa liar WWF Indonesia, Sunarto, gajah sebenarnya tidak berlari tetapi berjalan cepat, namun salah satu agenda di Festival Way Kambas Pesona Indonesia nanti yang menarik untuk diikuti diberi tajuk 10K dengan gajah.
Peserta lari 10K tersebut akan merasakan melakukan start bersama gajah-gajah jinak Way Kambas. Sebutan 10K atau 10 kilometer (10.000 meter) biasa digunakan untuk lomba lari maraton.
"Ya tidak seluruhnya 10.000 meter akan lari bersama gajah. Tapi, di awalnya saja," kata Asisten II Bupati Lampung Timur Bidang Ekonomi dan Pembangunan Junaidi di kantor Balai TNWK.
Saat Parade Gajah berlangsung akan ada sekira 20 hingga 30 gajah menjadi pusat perhatian karena akan didandani sedemikian rupa layaknya pengantin, lanjut Junaidi.
Bagi pecinta petualangan, dalam rangkaian festival tersebut juga akan digelar Jelajah Way Kambas, gowes Way Kambas, motor cross Way Kambas. Kegiatan lain yang akan digelar antara lain mural, makan besar, festival 12 buah lokal, dan lomba membuat suvenir seharga di bawah Rp100.000, serta diskusi prospek TNWK yang dilakukan Dinas Kehutanan Lampung Timur.
"Bupati Lampung Timur memang menjadikan wisata salah satu program unggulan ekonomi kabupaten. Dan, dari 11 titik wisata, Taman Nasional Way Kambas menjadi prioritas, karena itu akses jalan ke sana segera dibenahi di 2016 ini," ujarnya.
Menurut Junaidi, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo diharapkan juga dapat hadir saat festival berlangsung.
Kepala Balai TNWK Subakir mengatakan kondisi taman nasional terus dibenahi tentu dengan tujuan keberadaannya juga bisa membawa dampak positif pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
Desain tapak untuk zonasi TNWK, menurut dia, sudah keluar dan ada beberapa zona pemanfaatan yang bisa digunakan termasuk untuk wisata.
Untuk menunjang keberhasilan kampanye nasional "Ayo ke Taman Nasional", maka dirinya mengaku sudah berkirim surat dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk membantu mengusahakan masuknya aliran listrik ke taman nasional. Sedangkan pembangunan jaringan listrik akan didanai Taman Safari Indonesia.
Adanya penerangan di taman nasional diharapkan dapat memberikan rasa nyaman bagi pengunjung, selain juga meminimalisir konflik manusia dengan satwa liar, terutama gajah.
Akses jalan menuju taman nasional menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten, dan kabarnya sudah dianggarkan Rp8,5 miliar untuk pengaspalan di 2016.
Perbaikan fasilitas di TNWK, ia mengatakan pada prinsipnya juga harus dapat menaikkan ekonomi masyarakat sekitar, sehingga sejalan dengan program Pemerintah menjadikan wisata sebagai salah satu andalan pertumbuhan ekonomi pusat dan daerah.
WARTA BUMI -- Festival untuk para gajah
28 Agustus 2016 15:10 WIB
Gajah menggunakan selang infus saat di rawat di rumah sakit gajah Prof. Dr. Ir Rubini Atmawidjaja di Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung, Rabu (2/12/2015). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Oleh Virna Puspa Setyorini
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016
Tags: