Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan indeks harga konsumen pada Agustus 2016 kemungkinan terjadi deflasi.

Hingga pekan ketiga Agustus 2016, bank sentral menyurvei indeks harga konsumen di Indonesia terjadi deflasi 0,06 persen (month to month/mtm), kata Direktur Ekskutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Jakarta, Jumat. .

"Secara keseluruhan satu bulan tidak akan jauh berbeda dari pekan ketiga. Apalagi jika tidak ada tekanan-tekanan di pekan terakhir," katanya.

Juda mengatakan memang lazimnya pada Agustus 2016 kondisi indeks harga konsumen terjadi koreksi karena menurunnya permintaan masyarakat, setelah tren konsumsi tinggi pada Ramadhan dan Lebaran pada Juni dan Juli 2016.

Dengan kemungkinan besar deflasi pada Agustus 2016, maka inflasi secara tahunan pada bulan ke delapan akan lebih rendah dari inflasi tahunan di Juli 2016 sebesar 3,21 persen (year on year/yoy). Pada 2015, inflasi tahunan pada Agustus mencapai 7,18 persen.

Sejak Januari 2016, laju inflasi secara tahunan terus menurun. Di triwulan dua, inflasi hanya naik pada Juni 2016 menjadi 3,45 persen (yoy) namun turun kembali menjadi 3,21 persen (yoy) pada Juli 2016.

Bank Indonesia memperkirakan inflasi tahunan hingga akhir tahun akan berada di bawah 3,5 persen atau lebih dekat dengan batas bawah dari jangkar inflasi bank sentral di empat persen plus minus satu persen.

Inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang dijaga Bank Sentral untuk mempertahankan stabilitas perekonomian. Indikator lainnya seperti neraca transaksi berjalan pada tahun ini menurut Agus masih dalam rentang aman yakni 20 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto.

Sementara, BI telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,9-5,3 persen (yoy).

Inflasi juga menjadi refrensi BI untuk menentukan arah kebijakan moneter, yang pada tahun ini telah melonggar secara terukur, dengan pemotongan bunga acuan sebesar 100 basis poin hingga Juli 2016.