Rusia dukung gencatan senjata 48 jam di Aleppo
26 Agustus 2016 12:23 WIB
Orang-orang memeriksa kerusakan di lokasi setelah terkena meriam yang ditembakkan oleh pemberontak di wilayah milik pemerintah Suriah, Aleppo, Suriah, dalam foto yang disediakan oleh SANA, Senin (11/7/2016). (SANA/Handout via REUTERS)
Jenewa (ANTARA News) - Rusia menyepakati gencatan senjata selama 48 jam di kota Aleppo, Suriah, untuk memberi kesempatan pengiriman bantuan, kata sejumlah pejabat PBB pada Kamis.
Meski demikian, PBB--yang pertama kali mengusulkan gencatan senjata sementara tersebut--masih menunggu jaminan keamanan dari pihak-pihak lain yang bertempur di darat.
PBB meminta gencatan 48 jam per pekan di Aleppo untuk meringankan penderitaan dua juta warga Aleppo yang terjebak di tengah perang. Namun perbedaan sikap dari negara-negara besar, yang masing-masing mendukung kubu berbeda, mempersulit implementasi usulan itu.
"Federasi Rusia sudah sepakat untuk berhenti 48 jam, sekarang kami menunggu kesepakatan yang sama dari aktor-aktor di lapangan. Ini butuh waktu lebih panjang dari yang saya kira," kata Jan Egeland, kepala satuan tugas humaniter PBB, kepada para repoter.
Sementara itu komentar sama disampaikan oleh Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, yang juga masih menunggu pihak-pihak lain untuk kata sepakat.
"Kami siap, truk pengangkut bantuan sudah siap dan bisa langsung berangkat segera setelah kami mendapatkan persetujuan," kata de Mistura.
Rusia adalah negara terbesar pendukung pemerintahan Presiden Bashar al Assad di Suriah. Sementara kelompok gerilyawan didukung oleh Barat dan negara-negara Teluk.
Pada Kamis, Gedung Putih juga mendukung upaya PBB untuk mengirim bantuan kemanusiaan di Aleppo dan akan menyambut baik keterlibatan dari Rusia.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan, selain mendukung gencatan senjata 48 jam di Aleppo, mereka juga tengah mengupayakan kebijakan serupa yang lebih luas dalam perundingan di Jenewa pada Jumat.
"Jika PBB butuh 48 jam, tentu kami akan mendukung. Tapi fokus kami adalah gencatan senjata terbatas di seluruh wilayah negara," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Elizabeth Trudeau.
Dia menegaskan bahwa hal tersebut akan membuat semua warga Suriah mendapatkan bantuan dan dapat menjadi permulaan bagi transisi politik.
Pada 19 Agustus lalu, payung utama kelompok-kelompok oposisi Suriah dengan hati-hati menyambut baik usulan PBB di Aleppo. Mereka mengajukan syarat agar gencatan senjata tersebut diawasi oleh PBB.
De Mistura berupaya membawa wakil pemerintah dan oposisi ke meja perundingan pada bulan ini.
Dia mengaku tengah menunggu hasil pertemuan pada Jumat antara menteri luar negeri Amerika Serikat dan Rusia sebelum berkomentar lebih jauh mengenai proses politk perdamaian di Suriah.
Rencananya, PBB akan mengirim makanan ke wilayah timur Aleppo yang dikuasai gerilyawan dan di barat yang dikuasai kubu pemerintah, kata Egeland.
"Pertama, kami akan menuju daerah timur Aleppo dari Turki. Dalam gencatan 48 jam per pekan yang pertama, kami akan mengirim dua konvoy, masing-masing dengan 20 truk, yang cukup untuk membawa makanan bagi 80.000 orang di kawasan timur Aleppo," kata Egeland.
Sementara suplai untuk wilayah barat akan dikirim melalui Damaskus.
Meski demikian, PBB--yang pertama kali mengusulkan gencatan senjata sementara tersebut--masih menunggu jaminan keamanan dari pihak-pihak lain yang bertempur di darat.
PBB meminta gencatan 48 jam per pekan di Aleppo untuk meringankan penderitaan dua juta warga Aleppo yang terjebak di tengah perang. Namun perbedaan sikap dari negara-negara besar, yang masing-masing mendukung kubu berbeda, mempersulit implementasi usulan itu.
"Federasi Rusia sudah sepakat untuk berhenti 48 jam, sekarang kami menunggu kesepakatan yang sama dari aktor-aktor di lapangan. Ini butuh waktu lebih panjang dari yang saya kira," kata Jan Egeland, kepala satuan tugas humaniter PBB, kepada para repoter.
Sementara itu komentar sama disampaikan oleh Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, yang juga masih menunggu pihak-pihak lain untuk kata sepakat.
"Kami siap, truk pengangkut bantuan sudah siap dan bisa langsung berangkat segera setelah kami mendapatkan persetujuan," kata de Mistura.
Rusia adalah negara terbesar pendukung pemerintahan Presiden Bashar al Assad di Suriah. Sementara kelompok gerilyawan didukung oleh Barat dan negara-negara Teluk.
Pada Kamis, Gedung Putih juga mendukung upaya PBB untuk mengirim bantuan kemanusiaan di Aleppo dan akan menyambut baik keterlibatan dari Rusia.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan, selain mendukung gencatan senjata 48 jam di Aleppo, mereka juga tengah mengupayakan kebijakan serupa yang lebih luas dalam perundingan di Jenewa pada Jumat.
"Jika PBB butuh 48 jam, tentu kami akan mendukung. Tapi fokus kami adalah gencatan senjata terbatas di seluruh wilayah negara," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Elizabeth Trudeau.
Dia menegaskan bahwa hal tersebut akan membuat semua warga Suriah mendapatkan bantuan dan dapat menjadi permulaan bagi transisi politik.
Pada 19 Agustus lalu, payung utama kelompok-kelompok oposisi Suriah dengan hati-hati menyambut baik usulan PBB di Aleppo. Mereka mengajukan syarat agar gencatan senjata tersebut diawasi oleh PBB.
De Mistura berupaya membawa wakil pemerintah dan oposisi ke meja perundingan pada bulan ini.
Dia mengaku tengah menunggu hasil pertemuan pada Jumat antara menteri luar negeri Amerika Serikat dan Rusia sebelum berkomentar lebih jauh mengenai proses politk perdamaian di Suriah.
Rencananya, PBB akan mengirim makanan ke wilayah timur Aleppo yang dikuasai gerilyawan dan di barat yang dikuasai kubu pemerintah, kata Egeland.
"Pertama, kami akan menuju daerah timur Aleppo dari Turki. Dalam gencatan 48 jam per pekan yang pertama, kami akan mengirim dua konvoy, masing-masing dengan 20 truk, yang cukup untuk membawa makanan bagi 80.000 orang di kawasan timur Aleppo," kata Egeland.
Sementara suplai untuk wilayah barat akan dikirim melalui Damaskus.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: