Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang pembiayaan teknologi finansial (financial technology/fintech) atau industri jasa keuangan berbasis aplikasi dalam jaringan harus mampu memberikan nilai tambah bagi publik.

"Pembiayaan fintech sebaiknya dapat dimanfaatkan masyarakat, maka perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam pengertian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya E. Siregar di Jakarta, Kamis.

Selain bermanfaat bagi masyarakat, pembiayaan fintech juga harus berkelanjutan dalam artian lembaga keuangan harus memegang pilar-pilar yang terkandung dalam SDGs.

"Kemanfaatannya harus seimbang dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan," kata Mulya.

Industri Fintech di Indonesia tengah berkembang dan banyak menjadi bahan pembicaraan, terutama setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan ekonomi digital sebagai topik utama dalam kunjungan ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-AS di Amerika Serikat (AS), Februari 2016.

Kerja sama teknologi dan ekonomi digital diharapkan menjadi kekuatan ekonomi dengan nilai potensi pembiayaan fintech mencapai 130 miliar dolar AS, menurut perusahaan konsultan manajemen Oliver Wyman.

Peluang besar dalam mengembangkan ekonomi digital berdasarkan kenyataan bahwa pesatnya pemakaian jaringan internet, perbankan digital, serta tuntutan keterbukaan informasi.

Pengguna internet Indonesia mencapai 34 persen dari jumlah penduduk, dengan pengguna telepon genggam mencapai 326,3 juta unit atau 126 persen dari jumlah penduduk. Dalam hal jumlah, penetrasi pemanfaatan teknologi digital sangat besar.

"Semua jasa keuangan berlomba, banyak perusahaan startup yang turut pula menawarkan jasa keuangan, baik lembaga jasa keuangan (LJK) yang telah ada sebelumnya maupun yang kategori bukan LJK," kata Mulya.

OJK juga membentuk satuan tugas pengembangan inovasi digital ekonomi dan keuangan guna mengantisipasi perkembangan yang pesat di sektor fintech, antara lain mengembangkan tahap muka (advance) dan perbankan di mana pun (banking anywhere)

"Ini juga sebagai langkah menuju fase yang lebih advance, yaitu fase banking anywhere," ucapnya.

OJK sendiri mengklasifikasikan fintech dalam dua kategori, yaitu fintech 2.0 yang mencakup institusi finansial yang telah ada, seperti perbankan digital, dan fintech 3.0 yang mencakup perusahaan pemulai (startup) dalam bisnis perdagangan elektronik secara digital (e-commerce) yang belum tersentuh dalam fintech 2.0.

Selain itu, ia menambahkan bahwa OJK masih mengkaji manfaat dan risiko kategori fintech 3.0 bagi industri jasa keuangan.

"Harapannya kedua pihak bisa bekerja sama untuk meningkatkan perekonomian nasional," demikian Mulya E. Siregar.