SG: bahan baku Semen Rembang sudah dikaji
23 Agustus 2016 02:50 WIB
Target Produksi Semen Indonesia 2016. Suasana aktivitas pekerja di Pabrik Semen Gresik, Tuban, Jawa Timur, Selasa (29/3/2016). PT Semen Indonesia Tbk menargetkan produksi pada 2016 mencapai 30 juta ton, meningkat dibandingkan proyeksi produksi 2015 sekitar 28,5 juta ton. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Rembang (ANTARA News) - PT Semen Gresik (Semen Indonesia Group) menegaskan pengoperasian pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, mengenai ketersediaan bahan baku yang diambil sudah dikaji secara matang.
"Ada empat bahan baku untuk semen, yakni batu kapur 80 persen, tanah lempung (liat) 18 persen, sisanya pasir besi dan silika," kata Head of Engineering and Construction PT Semen Gresik Heru Indra Wijayanto di Rembang, Senin.
Dalam pengambilan bahan baku, kata dia, sudah dilakukan penghitungan cermat oleh pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), termasuk dari deposit bahan baku dalam desain penambangan untuk semen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kata dia, pihaknya diperbolehkan menambang batu kapur sedalam 100 meter di luas lahan sekitar 500 hektare yang diperkirakan baru habis dalam 130 tahun.
"Untuk tanah lempung juga baru habis 75-80 tahun mendatang. Pola penambangan juga akan dilakukan secara bertahap per blok. Jadi, satu blok selesai, direhabilitasi, demikian seterusnya," katanya.
Ia menjelaskan lahan bekas penambangan akan direhabilitasi kembali atau dihijaukan sehingga bisa dimanfaatkan kembali untuk pertanian, atau bisa juga dijadikan sebagai embung karena bentuknya cekung.
Lahan-lahan yang belum ditambang, lanjut dia, dikerja samakan dengan warga sekitar untuk dimanfaatkan sebagai lahan bercocok tanam, sebagaimana dilakukan di pabriknya yang berada di Tuban, Jawa Timur.
Sementara ketersediaan air, Heru mengatakan sudah dihitung sedemikian rupa sehingga tidak akan habis karena pabrik di Rembang menggunakan teknologi tercanggih yang tidak membutuhkan banyak air.
"Kami sudah membuat empat sumur pantau untuk melihat debit air. Sejauh ini, tidak ada perubahan. Bisa dilihat dari pabrik kami di Tuban. Sudah 20 tahun kami menambang, airnya tidak habis," katanya.
Bahkan, kata dia, debit air di daerah sekitar pabrik di Tuban justru melimpah karena bekas cekungan tempat menambang dijadikan sebagai embung yang berguna untuk pengairan dan budi daya perikanan.
"Ada lima embung yang ada di sekitar pabrik kami di Tuban. Justru disambut baik warga karena dulunya pertanian mengandalkan tadah hujan, sekarang air melimpah. Bisa dilihat sendiri," katanya.
Senada dengan itu, Roy Budi Setiawan selaku manager project control pabrik di Rembang menambahkan air sekarang ini sudah bukan menjadi problem karena sistem produksi semen tidak memerlukan banyak air.
"Jadi, air itu untuk pendinginan dan perawatan peralatan, bukan untuk produksi semen. Jadi, proses pengolahannya berteknologi dry (kering). Air akan disirkulasikan kembali," katanya.
Selain itu, Roy mengatakan PT Semen Gresik semula mengajukan total luas 1.500 ha lahan untuk ditambang, tetapi hanya disetujui 512 ha oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dengan berbagai hasil kajian.
"Ada empat bahan baku untuk semen, yakni batu kapur 80 persen, tanah lempung (liat) 18 persen, sisanya pasir besi dan silika," kata Head of Engineering and Construction PT Semen Gresik Heru Indra Wijayanto di Rembang, Senin.
Dalam pengambilan bahan baku, kata dia, sudah dilakukan penghitungan cermat oleh pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), termasuk dari deposit bahan baku dalam desain penambangan untuk semen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kata dia, pihaknya diperbolehkan menambang batu kapur sedalam 100 meter di luas lahan sekitar 500 hektare yang diperkirakan baru habis dalam 130 tahun.
"Untuk tanah lempung juga baru habis 75-80 tahun mendatang. Pola penambangan juga akan dilakukan secara bertahap per blok. Jadi, satu blok selesai, direhabilitasi, demikian seterusnya," katanya.
Ia menjelaskan lahan bekas penambangan akan direhabilitasi kembali atau dihijaukan sehingga bisa dimanfaatkan kembali untuk pertanian, atau bisa juga dijadikan sebagai embung karena bentuknya cekung.
Lahan-lahan yang belum ditambang, lanjut dia, dikerja samakan dengan warga sekitar untuk dimanfaatkan sebagai lahan bercocok tanam, sebagaimana dilakukan di pabriknya yang berada di Tuban, Jawa Timur.
Sementara ketersediaan air, Heru mengatakan sudah dihitung sedemikian rupa sehingga tidak akan habis karena pabrik di Rembang menggunakan teknologi tercanggih yang tidak membutuhkan banyak air.
"Kami sudah membuat empat sumur pantau untuk melihat debit air. Sejauh ini, tidak ada perubahan. Bisa dilihat dari pabrik kami di Tuban. Sudah 20 tahun kami menambang, airnya tidak habis," katanya.
Bahkan, kata dia, debit air di daerah sekitar pabrik di Tuban justru melimpah karena bekas cekungan tempat menambang dijadikan sebagai embung yang berguna untuk pengairan dan budi daya perikanan.
"Ada lima embung yang ada di sekitar pabrik kami di Tuban. Justru disambut baik warga karena dulunya pertanian mengandalkan tadah hujan, sekarang air melimpah. Bisa dilihat sendiri," katanya.
Senada dengan itu, Roy Budi Setiawan selaku manager project control pabrik di Rembang menambahkan air sekarang ini sudah bukan menjadi problem karena sistem produksi semen tidak memerlukan banyak air.
"Jadi, air itu untuk pendinginan dan perawatan peralatan, bukan untuk produksi semen. Jadi, proses pengolahannya berteknologi dry (kering). Air akan disirkulasikan kembali," katanya.
Selain itu, Roy mengatakan PT Semen Gresik semula mengajukan total luas 1.500 ha lahan untuk ditambang, tetapi hanya disetujui 512 ha oleh Pemerintah Kabupaten Rembang dengan berbagai hasil kajian.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: