Pemerintah pilih teknologi pembasahan gambut untuk restorasi
19 Agustus 2016 08:25 WIB
Aktivis Greenpeace bersama sejumlah relawan membentangkan spanduk kampanye mencegah kebakaran lahan gambut di Desa Paduran, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (3/12). (ANTARA FOTO/Greenpeace/Ulet Ifansasti)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memilih teknologi pembasahan gambut untuk merestorasi lahan-lahan gambut dan mencegah kebakaran di lahan-lahan yang terbentuk dari hasil dekomposisi tidak sempurna vegetasi pepohonan yang terendam air tersebut.
Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa kandungan air gambut sampai 90 persen dan bahwa kubah gambut perlu dipelihara untuk menjamin ketersediaan air.
Pengaturan air yang baik, ia melanjutkan, perlu dilakukan agar lahan gambut tidak mengering.
"Kesalahan dalam pemanfaatan gambut selama ini adalah pengeringan melalui pembangunan kanal yang masif," kata Haris.
Deputi Bidang Konstruksi Operasi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut Alue Dohong mengatakan penyekatan atau penimbunan kanal serta pembangunan sumur-sumur bor sudah dilakukan di areal-areal gambut untuk menekan risiko kebakaran.
Ahli gambut dari Universitas Gadjah Mada Azwar Maas dan pakar hidraulika rawa dari Kementerian Pekerjaaan Umum L Budi Triadi memiliki pandangan yang sama bahwa pembasahan harus dikerjakan sebelum gambut hidrofobik atau berdebu.
Menjaga cadangan air minimal 30 persen dari Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), menurut dia, harus menjadi prioritas dalam menghadapi musim kemarau dan kondisi tidak ada hujan berketerusan.
Haris juga menjelaskan bahwa selain restorasi hidrologis, upaya konservasi BRG juga meliputi penanaman kembali dengan tumbuhan-tumbuhan yang ramah lahan gambut.
Deputi Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa kandungan air gambut sampai 90 persen dan bahwa kubah gambut perlu dipelihara untuk menjamin ketersediaan air.
Pengaturan air yang baik, ia melanjutkan, perlu dilakukan agar lahan gambut tidak mengering.
"Kesalahan dalam pemanfaatan gambut selama ini adalah pengeringan melalui pembangunan kanal yang masif," kata Haris.
Deputi Bidang Konstruksi Operasi dan Pemeliharaan Badan Restorasi Gambut Alue Dohong mengatakan penyekatan atau penimbunan kanal serta pembangunan sumur-sumur bor sudah dilakukan di areal-areal gambut untuk menekan risiko kebakaran.
Ahli gambut dari Universitas Gadjah Mada Azwar Maas dan pakar hidraulika rawa dari Kementerian Pekerjaaan Umum L Budi Triadi memiliki pandangan yang sama bahwa pembasahan harus dikerjakan sebelum gambut hidrofobik atau berdebu.
Menjaga cadangan air minimal 30 persen dari Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), menurut dia, harus menjadi prioritas dalam menghadapi musim kemarau dan kondisi tidak ada hujan berketerusan.
Haris juga menjelaskan bahwa selain restorasi hidrologis, upaya konservasi BRG juga meliputi penanaman kembali dengan tumbuhan-tumbuhan yang ramah lahan gambut.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016
Tags: