Jakarta (ANTARA News) - Thomas Ardian Siregar sudah berada di Inggris dengan jabatan baru, Koordinator Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI London, ketika tulisan ini siar. Namun jejaknya di Museum Konferensi Asia-Afrika di Bandung, kuat membekas.

Adalah cara dia memuliakan museum yang sulit pupus dari ingatan. Tak saja karena itu Museum KAA diganjar berbagai penghargaan kemuseuman, namun itu juga berkaitan dengan teladan tentang bagaimana mengubah pandangan awam terhadap museum yang di kebanyakan masyarakat maju dianggap tegak lurus dengan peradaban.

Pujangga Skotlandia Kathleen Jamie bahkan menempatkan museum sebagai "indikator peradaban", sedangkan sejarawan Inggris Richard Fortey menyebut "kualitas sebuah masyarakat bisa dinilai dari kualitas museumnya".

Di Museum KAA yang ada di bawah Direktorat Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri RI, Anda bisa mencerap signifikansi museum dalam membangun peradaban seperti itu, khususnya dalam membangun kesetaraan yang menjadi salah satu inti peradaban.

Sambil menikmati kesyahduan dan keasrian sebuah museum yang biasanya sulit membangunkan antusiasme masyarakat negeri ini, di Museum KAA Anda dapat membayangkan pencapaian besar bangsa ini dalam memajukan peradaban di masa dekat lalu yang bisa dipetik sebagai bahan ajar dalam menumbuhkan kebanggaan dan membantu menguatkan karakter nasional pada anak-anak negeri untuk siap menaklukkan apa pun, termasuk dunia, dengan tetap bangga pada asalnya.

Dalam kalimat Thomas sang mantan Kepala Museum KAA, "museum adalah medium komunikasi yang menjelaskan apa pun yang terjadi di masa silam demi menjadi pelajaran hidup pada masa mendatang".

Cakrawala

Boleh saja mengatakan posisi istimewa Museum KAA dalam peta sejarah Asia-Afrika sehingga ditempatkan mulia dan selalu dirayakan masyarakat kedua benua, telah memudahkan museum ini dalam menarik sebanyak mungkin pengunjung.

Namun, tanpa manajemen dan intervensi pihak-pihak berkepentingan --Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat-- mustahil museum ini bisa seatraktif dan serekreatif seperti sekarang.

Thomas yang beberapa kali berdiskusi dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil demi mendekatkan museum kepada publik ini bahkan membuat Museum KAA terlihat funky sehingga anak muda rela aktif merawatnya, padahal anak muda adalah lapis masyarakat yang paling disulit diajak mengakrabi museum.

Para pengelola Museum KAA dan anak-anak muda ini aktif menggelar kegiatan budaya dan seni di museum ini. Dan kegiatan-kegiatannya pun intim dengan tema-tema terkini, seperti sebuah acara bertajuk "Night at The Museum" yang diinspirasi dari film laris Hollywood yang dibintangi aktor Ben Stiller.

"Acara-acara budaya dan seni telah membuat museum membuka cakrawala pengetahuan publik mengenai begitu banyaknya pengetahuan yang diperoleh bila mereka mengeksplorasi museum," kata Thomas, diplomat lulusan Universitas Padjadjaran dan Universitas Monash, Australia.

Pelan-pelan, publik pun melihat museum menjadi tempat yang ramah. Pengunjung Museum KAA terus bertambah dari hari ke hari.

"Tahun 2015 lalu kami dikunjungi sekitar 150.000 orang," kata Kepala Seksi Publikasi dan Promosi Nilai-Nilai KAA Asep Bahrimansyah.

Internet

Bagi Thomas, museum dan pengunjung adalah subjek-subjek yang saling melengkapi dan menggerakkan. Pengunjung tak lagi pasif menerima informasi dari pemandu, melainkan diajak menggali informasi lebih jauh lagi dari sumber lain.

Alhasil, timbul kesan mendalam dan pemahaman dari pengunjung atas nilai-nilai yang terkandung dari objek-objek museum yang seluruhnya membawa spirit nilai-nilai Dasa Sila Bandung mengenai kesetaraan, toleransi, kerjasama dan hidup berdampingan secara damai yang semuanya aplikatif dalam kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.

Upaya lain Museum KAA dalam mendekatkan diri kepada publik adalah dengan memanfaatkan secara maksimal Internet dan media sosial yang telah menjadi medium penyebaran informasi yang paling efektif dan mudah diakses publik.

Merekatkan museum dengan Internet sendiri sudah menjadi keharusan global. "Jika museum tak bisa diakses secara online, maka museum itu tak akan eksis," kata Ngaire Blankenberg, Direktur Eropa Lord Cultural Resources, Kanada, dan penulis "Cities, Museums and Soft Power".

Kenyataannya orang-orang masa sekarang akan lebih dulu Googleing dan berselancar di dunia maya, sebelum mencari atau mengunjungi hal-hal menarik perhatiannya, termasuk museum.

Museum KAA dan Thomas menangkap kecenderungan itu dengan membuat laman internet yang relatif update, seirama dengan aktifnya sebuah forum yang dikelola anak muda, bernama "Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika", yang aktif baik online maupun offline.

Dari prasarana dan fisik bangunan, interior dan tata ruang museum yang menurut Thomas idealnya mesti ditata kembali setiap sepuluh tahun sekali, juga berubah lebih ramah dan nyaman.

Ruang pamer yang berkelas, sistem presentasi multimedia yang memudahkan pengunjung, tata ruang yang membuat semua sudut gedung bersejarah ini bisa dieksplorasi, sampai mushala, taman dan halaman museum yang dibuat asri.

Hidup

Tak mudah mengubah semua ini, kecuali ada dukungan pemangku kepentingan, ditambah sikap proaktif pengelola museum. "Museum KAA melakukan pendekatan kepada pihak-pihak terkait guna meyakinkan pentingnya memperindah tata ruang Museum KAA agar publik semakin tertarik mengunjungi Museum KAA dan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya," kata Thomas.

Kementerian Luar Negeri, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun kompak menyemarakkan Museum KAA yang berada di Gedung Merdeka yang merupakan bangunan Cagar Budaya Tipe A.

Di Museum KKA, ketiga lembaga itu bersinerji memuliakan museum yang patut menjadi model bagaimana seharusnya sebuah museum dikelola di negeri ini.

Interior dan eksterior sekitar museum pun ditata oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan di Gedung Merdeka. Lembaga-lembaga ini juga memainkan peran penting dalam menjaga keutuhan bangunan dan koleksi-koleksinya.

Buah manis dari itu museum menjadi destinasi wisata penting seperti berlaku di negara-negara rezim pariwisata umumnya.

"Di negara-negara maju, museum sudah menjadi bagian penting dari pemetaan obyek wisata yang dikelola oleh pemerintah setempat sehingga kunjungan museum adalah bagian tidak terpisahkan dari kunjungan wisatawan," kata Thomas.

Thomas juga menguatkan narasi signifikansi museum dalam peradaban dengan cara "mendialogkan" masa silam dengan masa kini sehingga museum terlihat menciptakan "ruang-ruang" di mana orang bisa berinterasi dengan masa lalu.

Orhan Pamuk, sastrawan peraih Nobel dari Turki, pernah berkata, "museum sejati adalah tempat di mana waktu bertransformasi menjadi ruang."

Mungkin tak persis sama dengan gambaran Orhan Pamuk itu, tetapi Museum KAA memang terlihat hidup.