Rio de Janerio (ANTARA News) - Cabang olahraga angkat besi Indonesia sudah menyelesaikan misinya pada Olimpiade ke-31 di Rio de Janeiro, Brasil, dan kembali ke Tanah Air dengan membawa dua medali perak.

Jika dibandingkan dengan Olimpiade-Olimpiade sebelumnya, raihan dua perak merupakan prestasi terbaik yang pernah diraih Indonesia di cabang angkat besi pada pesta olahraga sejagat itu.

Dua perak tersebut diraih melalui Sri Wahyuni pada kelas 48 kilogram putri, dan Eko Yuli Irawan pada kelas 62 kilogram putra. Prestasi mereka meneruskan tradisi bagi Indonesia di cabang angkat besi yang selalu mempersembahkan medali di Olimpiade.

Tradisi itu sendiri telah dirintis sejak Olimpiade Sydney 2000, melalui lifter-lifter putri Indonesia yang mampu meraih satu perak dari Lisa Rumbewas di kelas 48 kilogram, serta dua perunggu oleh Sri Indriyani (48 kg) dan Winarni (53 kg),

Di Olimpiade Athena 2004, Lisa Rumbewas kembali menyumbang medali perak, kali ini di kelas 53 kg putri.

Kemudian pada Olimpiade Beijing 2008, Indonesia meraih dua medali perunggu melalui Eko Yuli Irawan dan Triyatno.

Kedua lifter Indonesia tersebut kembali meraih medali di Olimpiade London 2012 yakni satu perak melalui Triyatno dan satu perunggu melalui Eko Yuli. Mereka sekaligus menjadi penyelamat kontingen Indonesia karena ketika itu cabang bulu tangkis untuk pertama kalinya sejak tahun 1992 tidak membawa satu pun medali.

Kini di Olimpiade 2016, terlihat adanya tren menanjak dari cabang angkat besi Indonesia sejak tahun 2008.

Ketua Umum PBBSI Rosan P. Roeslani juga menangkap data-data tersebut sebagai landasan untuk bisa melanjutkan tradisi medali di Olimpiade ini, bahkan meningkatkannya menjadi medali emas.

"Sudah jelas dimana posisi kekuatan kita di Olimpiade, yakni di kelas-kelas bawah, baik putra maupun putri," kata Rosan yang setia mendampingi para atletnya selama di Rio de Janeiro itu.

Dengan data tersebut, setidaknya menurut Rosan, sudah ada arah yang jelas kemana seharusnya fokus pembinaan menuju prestasi emas pada Olimpiade Tokyo 2020.

Meskipun masih empat tahun lagi, namun waktu yang cukup lama itu bisa menjadi sia-sia jika kaderisasi di PABBSI tidak berjalan atau hanya mengandalkan atlet yang itu-itu saja.

"Kita melihat di kelas 69 kilogram, Triyatno harus sudah ada yang menggantikan dalam empat tahun ke depan, karena di kelas yang semula menjadi andalan kita ini persaingan semakin berat," katanya.

Di kelas 48 kilogram, Sri Wahyuni yang baru berusia 22 tahun kemungkinan masih bisa diandalkan untuk satu atau dua kali Olimpiade lalu jika bisa tetap meningkatkan tren positif prestasinya. Namun untuk lifter pelapis perlu disiapkan untuk menjadi agar lifter utama cedera atau masalah lain.

Di kelas 62 kilogram putra, Indonesia masih punya harapan dari Muhamand Hasbi pada Olimpiade 2016 tampil bersama Eko Yuli Irawan.

Hasbi yang baru berusia 24 tahun bisa diandalkan mengingat sudah mendapat pengalaman berharga di Olimpiade 2016 .

"Eko Yuli mungkin masih fifty-fify apakah bisa meningkat lagi prestasinya empat tahun mendatang saat usianya nanti sudah 31 tahun. Kita lihat saja perkembangannya. Kalau memang bagus, kita akan tetap andalkan dia" kata Rosan seraya menambahkan bahwa lifter Kolombia yang meraih medali emas di kelas 62 kg pada Olimpiade 2016 ini sudah berusia 33 tahun.

Eko Yuli sendiri sudah menyatakan tekad untuk bisa mempersembahkan medali emas pada Olimpiade Tokyo 2020 mendatang, sehingga akan berusaha untuk meraih impiannya itu.

"Di Brasil ini target saya sebenarnya medali emas, tapi karena ternyata hanya perak, saya akan berusaha lagi di Olimpiade berikutnya," kata Eko.

Rosan yang baru 10 bulan menjadi ketua umum PABBSI itu menyatakan tekadnya untuk membawa olahraga ini menuju tradisi emas Olimpiade.

Sejumlah program sedang disiapkan seperti peningkatan nutrisi bagi atlet dan juga penerapan sportscience di olahraga ini.

Pencarian kader-kader baru akan dilakukan hingga di daerah-daerah, termasuk memantau lifter-lifter potensial pada Pekan Olahraga Nasional (PON) di Jawa Barat September 2016.

Dukungan Pemerintah
Ia juga mengharapkan Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga lebih serius mendukung cabang olahraga yang sudah membuktikan eksistensinya di Olimpade sejak tahun 2000 ini
"Jika ingin angkat besi eksis di Olimpiade dan bisa jadi andalan meraih emas di Olimpiade, tentunya ada perhatian khusus Pemerintah terhadap pembinaan atlet-atlet cabang ini," kata Rosan yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu.

Permasalahan-permasalahan yang sempat terjadi saat pelatnas angkat besi seperti peralatan sudah usang, dana operasional yang terlambat, tempat latihan yang tidak memadai, menurut Rosan tidak boleh terjadi lagi untuk pelatnas Olimpiade mendatang.

"Jalur khusus" untuk pembinaan olahraga yang terbukti menjadi andalan di Olimpiade perlu dilakukan sehingga arahnya pun akan lebih fokus.

Seperti yang dilakukan sejumlah negara seperti Kenya yang fokus di cabang atletik nomor lari jarak jauh, Vietnam pada cabang menembak , dan Hongaria fokus di anggar sehingga berhasil meriah dua emas di cabang ini.

Indonesia sendiri masih punya andalan di cabang bulu tangkis, namun makin ketatnya persaingan tingkat dunia, membuat perburuan medali pun makin sulit sehingga perlu ada cabang lainnya yang bisa diharapkan menjadi pelapis untuk mempertahankan tradisi medali di Olimpiade, yaitu angkat besi.