Program amnesti pajak membuat rasio pajak 11,5 persen
11 Agustus 2016 23:32 WIB
Target Penerimaan Pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) memberikan keterangan pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (5/8/2016). Sri Mulyani memperkirakan penerimaan pajak tahun 2016 tidak akan mencapai target sesuai APBN-P 2016 yang dipatok sebesar Rp1.539,2 triliun, namun akan lebih rendah Rp219 triliun karena sejumlah faktor diantaranya yaitu perlambatan ekonomi nasional. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Hasil riset dari DBS Group Research memproyeksikan perbandingan penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau rasio pajak bisa mencapai 11,5 persen apabila target penerimaan amnesti pajak terpenuhi.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, disebutkan hasil riset menunjukkan rasio pajak 11,5 persen bisa dicapai apabila asumsi penerimaan pajak Rp165 triliun dari program amnesti pajak bisa tercapai pada Maret 2017.
Berdasarkan perhitungan tersebut, riset menyebutkan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya akan mencapai 80 persen. Perkiraan tersebut lebih rendah dari penerimaan pajak 2015 dan 2014 yang berturut-turut berada pada 83 persen dan 92 persen.
Proyeksi rasio pajak 11,5 persen tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak 2008. Namun angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata rasio pajak peringkat lima teratas negara-negara ASEAN pada 2015 sebesar 14,4 persen.
Hasil riset DBS Group menyebutkan pemerintah Indonesia memerlukan beberapa terobosan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak kendati membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, periset berpendapat agar bank sentral, yakni Bank Indonesia, diharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.
Hasil riset menggambarkan respons positif pasar finansial atas pengumuman amnesti pajak yang salah satu indikasinya terlihat pada terus jatuhnya imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia.
DBS Group Research mencatat sejak awal 2016 rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah turun hingga 170 bps. Hal tersebut disebabkan faktor eksternal dari rendahnya suku bunga di dunia dan ekspektasi pasar tentang kemungkinan penurunan suku bunga Bank Indonesia.
Namun di sisi lain, riset menunjukkan ada kekhawatiran asumsi pemerintah yang terlalu optimistis akan menemui hambatan seperti estimasi nilai aset yang belum dilaporkan sangat bervariasi, dan keraguan sebagian pasar bahwa jumlah dana yang akan direpatriasi bisa mencapai estimasi pemerintah.
Hal tersebut lantaran nilai Rp1.000 triliun yang diasumsikan repatriasi ke Indonesia itu sama dengan 70 persen dari total cadangan devisa Indonesia, atau sama dengan 60 persen dari jumlah outstanding obligasi pemerintah saat ini.
"Bukan tidak mungkin kalau estimasi ini berlebihan. Perlu juga diingat bahwa wajib pajak juga bakal menghitung besaran insentif dari dana yang ditempatkannya selama tiga tahun," demikian kesimpulan riset.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis, disebutkan hasil riset menunjukkan rasio pajak 11,5 persen bisa dicapai apabila asumsi penerimaan pajak Rp165 triliun dari program amnesti pajak bisa tercapai pada Maret 2017.
Berdasarkan perhitungan tersebut, riset menyebutkan realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun hanya akan mencapai 80 persen. Perkiraan tersebut lebih rendah dari penerimaan pajak 2015 dan 2014 yang berturut-turut berada pada 83 persen dan 92 persen.
Proyeksi rasio pajak 11,5 persen tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak 2008. Namun angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata rasio pajak peringkat lima teratas negara-negara ASEAN pada 2015 sebesar 14,4 persen.
Hasil riset DBS Group menyebutkan pemerintah Indonesia memerlukan beberapa terobosan dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak kendati membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, periset berpendapat agar bank sentral, yakni Bank Indonesia, diharapkan bisa memacu pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.
Hasil riset menggambarkan respons positif pasar finansial atas pengumuman amnesti pajak yang salah satu indikasinya terlihat pada terus jatuhnya imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia.
DBS Group Research mencatat sejak awal 2016 rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah turun hingga 170 bps. Hal tersebut disebabkan faktor eksternal dari rendahnya suku bunga di dunia dan ekspektasi pasar tentang kemungkinan penurunan suku bunga Bank Indonesia.
Namun di sisi lain, riset menunjukkan ada kekhawatiran asumsi pemerintah yang terlalu optimistis akan menemui hambatan seperti estimasi nilai aset yang belum dilaporkan sangat bervariasi, dan keraguan sebagian pasar bahwa jumlah dana yang akan direpatriasi bisa mencapai estimasi pemerintah.
Hal tersebut lantaran nilai Rp1.000 triliun yang diasumsikan repatriasi ke Indonesia itu sama dengan 70 persen dari total cadangan devisa Indonesia, atau sama dengan 60 persen dari jumlah outstanding obligasi pemerintah saat ini.
"Bukan tidak mungkin kalau estimasi ini berlebihan. Perlu juga diingat bahwa wajib pajak juga bakal menghitung besaran insentif dari dana yang ditempatkannya selama tiga tahun," demikian kesimpulan riset.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: