Jakarta (ANTARA News) - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa aturan cuti bagi calon petahana selama masa kampanye seperti diatur dalam UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), merupakan kewajiban yang tidak bisa ditolak.

"Dalam konteks pemilihan gubernur, cuti itu kewajiban, tidak boleh ditolak. Itu sudah berlaku bagi banyak pejabat dan jabatan," tuturnya usai menjadi pembicara dalam acara bedah buku di Universitas Negeri Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut diungkapkan Mahfud menanggapi gugatan uji materi yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke MK terkait aturan wajib cuti bagi petahana.

Ahok akan menguji pasal 70 ayat (3) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal 70 ayat (3) berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan, a. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya".

Pasal 70 ayat (4) UU Pilkada berbunyi: "Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, dan bagi Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota diberikan oleh Gubernur atas nama Menteri.

Menurut Mahfud, kedua pasal yang diminta pengujiannya oleh Ahok, tidak bermasalah.

Yang menjadi masalah, kata dia, justru pasal 7 huruf p UU Pilkada yang menyatakan bahwa kepala daerah harus mengundurkan diri dari jabatannya sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah lain.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu menilai ketentuan pengunduran diri secara permanen dalam pasal tersebut tidak adil dan akan sangat merugikan calon kepala daerah yang mencalonkan diri di daerah lain, jika tidak terpilih.

"Menurut saya (pasal) itu tidak fair, harusnya sama dong (calon kepala daerah) disuruh cuti juga. Kalau misalnya gubernur Papua mau menjadi calon gubernur di Jakarta, ya cuti saja karena dia punya hak konstitusional sampai habis masa jabatannya, sehingga kalaupun tidak terpilih dia bisa kembali memimpin daerah asalnya," tutur Menteri Hukum dan HAM pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.