Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan lembaga yang dipimpinnya itu segera menetapkan korporasi sebagai pelaku korupsi.

"Mungkin dalam waktu dekat sudah ada yang mulai kita jadikan tersangka korporasi," kata Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Rabu.

Namun, ia belum mau merinci nama korporasi yang dimaksud tersebut.

"Itu jangan disebutkan dahulu," ujarnya.

Agus menjelaskan pihaknya saat ini masih mendalami peraturan mengenai tindak pidana korupsi yang dapat menjerat korporasi, yang mana lembaga antirasuah itu kini tidak hanya akan meminta pertanggungjawaban kerugian negara kepada perseorangan, tapi juga mengincar wadah yang lebih besar, yakni korporasi.

"Mudah-mudahan itu dapat membuat jera. Nanti dampaknya terhadap korporasi adalah dapat membuat bangkrut. Kalau korporasi mendapatkan keuntungan melalui korupsi semestinya korporasi juga harus bertanggungjawab bukan hanya orang-orangnya," ujarnya.

Sejak awal 2016, KPK telah mengeluarkan pernyataan akan bekerja sama dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menangani korupsi korporasi melalui penerbitan Surat Edaran MA (SEMA).

KPK membutuhkan SEMA untuk membentuk kesepahaman dengan MA dan jajaran pengadilan guna mengatur tata cara pengajuan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi.

Sementara itu, pada era pimpinan jilid III, KPK juga pernah mewacanakan menyeret korporasi dalam kerangka korupsi korporasi.

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebelumnya telah menyebutkan landasan hukum penggunaan kejahatan korporasi adalah pasal 20 Undang undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya (ayat 1).

Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

Tetapi bentuk denda dari kejahatan korporasi hanyalah berupa denda (ayat 7).

Namun Bambang mengakui masih ada sejumlah masalah untuk menerapkan pasal tersebut misalnya penerapan hukum acara dan memperhitungkan dampak terhadap karyawan perusahaan tersebut sehingga KPK harus bekerja sama dengan pejabat pengelolaan aset, bila terjadi pengambilalihan aset yang merupakan aset bersama maka nilai aset akan turun.

Menurut Bambang juga, KPK pernah menangani kasus semi-korporasi yaitu kasus tindak pidana korupsi Presiden Direktur PT Surya Dumai Grup Pung Kian Hua yang mengendalikan perusahaan-perusahaan kehutanan untuk dibangun kebun sawit. Pung Kian Hua divonis satu tahun enam bulan penjara dan diminta untuk membayar uang pidana pengganti senilai Rp346 miliar.