Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mempertanyakan efektifitas diplomasi Indonesia karena sudah menjalin kesepakatan tiga negara --Indonesia, Filipina, dan Malaysia-- untuk mencegah perompakan serta kejahatan di wilayah itu.


Pekan lalu terjadi lagi penculikan kelima dalam enam bulan terakhir atas WNI ABK di perairan negara tetangga; kali ini Malaysia.

"Kalau kesepakatan sudah disepakati tapi tidak berjalan, lalu ada korban lagi. Sangat layak pemerintah Indonesia lakukan lobi efektif," katanya, di Gedung Nusantara V, Jakarta, Senin.

Menurut dia, kalau jalur menteri tidak efektif maka harus dilakukan dengan jalur kepala negara.

Dia mengatakan, kesepakatan tiga negara harus dilaksanakan karena kawasan tersebut tidak bertuan karena kalau dibiarkan maka mereka semakin nyaman lakukan kejahatan.

"Kesepakatan harus dilaksanakan, karena kalau dibiarkan maka mereka semakin nyaman lakukan kejahatan," ujarnya.

Dia menilai penyanderaan itu menantang Indonesia untuk membuktikan kedaulatannya karena Indonesia sebagai negara berdaulat harus melindungi seluruh negara dan bangsa Indonesia.

Politikus PKS itu mengatakan, pemerintah Indonesia tidak bisa merengek agar para penyandera tidak melakuman tindakan ke Indonesia.

"Namun kalau kita berdaulat melindungi warganya maka pihak lain pada akhirnya akan menghormati kita," katanya.

MPR, menurut dia, mendesak peran pemerintah Indonesia membebaskan WNI dari penculikan apapun dan Indonesia tidak boleh kalah dari teror.

Dia mengatakan, Indonesia jangan membayar tebusan karena kalau diikuti maka itu menjadi alasan orang untuk menculik dalam kondisi apapun dan itu tidak boleh terjadi.



Pemerintah sebagai representasi negara memang telah berkali-kali menegaskan tidak akan membayar uang tebusan. Berbeda halnya jika itu adalah pihak di luar pemerintah.

"Indonesia lagi kesulitan keuangan dan APBN dipangkas, masa' kita menyerahkan uang tebusan ke penculik sehingga diperlukan lobi yang efektif dengan pemerintah Filipina," katanya.