Jakarta (ANTARA News) - Mediasi antara orangtua korban vaksin palsu dan pengelola Rumah Sakit Harapan Bunda di Jakarta Timur yang difasilitasi oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak tidak membuahkan hasil menurut Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda.

"Tidak ada hasil, karena pihak RS Harapan Bunda masih belum bisa memutuskan tujuh tuntutan yang kami ajukan," kata Herlin Ika, Sekretaris Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda, lewat telepon, Rabu.

Herlin menyebut perwakilan rumah sakit yang menghadiri mediasi kurang berwenang, yakni Wakil Direktur Humas RS Harapan Bunda Frida Kholid.

Menurut Herlin, Frida berasama dua pengacaranya tidak bisa menjawab dan memastikan akan merealisasikan tujuh tuntutan orangtua korban vaksin palsu.

"Dia tidak bisa memutuskan apakah itu diterima atau tidak, karena harus menyampaikannya terlebih dahulu ke pihak manajemen. Padahal tuntutan itu sudah kami layangkan sejak 15 Juli 2016 lalu. Harusnya kan sudah dibicarakan," ujar Herlin.

Untuk itu, lanjut Herlin, Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait memberikan waktu 2x24 jam kepada Rumah Sakit Harapan Bunda memastikan tujuh tuntutan tersebut.

Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda antara lain menuntut rumah sakit memberikan data rekam medis pasien yang divaksinasi, menerbitkan daftar pasien yang divaksinasi di rumah sakit selama 2003-2016, serta melakukan pemeriksaan medis terhadap pasien untuk mengetahui apakah mereka terpapar vaksin palsu atau tidak dan menanggung biayanya.

Mereka juga menuntut rumah sakit melakukan vaksinasi ulang terhadap pasien yang berdasarkan hasil pemeriksaan medis terpapar vaksin palsu, dan memberikan jaminan kesehatan kepada pasien yang terdampak pasien palsu.

Aliansi Korban juga menuntut rumah sakit memberikan asuransi kesehatan untuk masa yang tidak ditentukan kepada anak yang sudah lewat masa vaksinasi, dan proaktif memberikan informasi terkini kepada orangtua.