Jakarta (ANTARA News) - Bandung terpilih menjadi tuan rumah peluncuran proses penyusunan laporan hak azasi manusia (HAM) nasional Indonesia, demikian keterangan pers Direktorat HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Senin.

"Pemilihan kota Bandung sebagai tempat dimulainya proses penyusunan laporan Indonesia dilatarbelakangi deklarasi Bandung sebagai Kota Ramah HAM pada 2015, yang menandai pentingnya daerah sebagai main stakeholders (pemangku kepentingan utama) upaya pemajuan dan perlindungan HAM nasional," kata Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Hasan Kleib.

Pernyataan Hasan Kleib disampaikan dalam pembukaan rapat koordinasi, di Bandung pada Senin (1/8), yang bertujuan menyusun Laporan Nasional Indonesia pada Ulasan Berkala Universal Dewan HAM PBB siklus ketiga yang akan diadakan Dewan HAM di Jenewa, Swiss pada Mei 2017.

Hasan menjelaskan bahwa kegiatan itu merupakan langkah awal dari serangkaian kegiatan konsultasi bersama kementerian dan lembaga, yang difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri, untuk penyusunan laporan nasional terkait upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia.

Dalam sesi pembukaan rapat koordinasi itu, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil hadir dan menyampaikan dukungan penuh bagi proses penyusunan laporan.

Ridwan juga menjelaskan secara rinci berbagai kebijakan dan praktik upaya pemajuan dan perlindungan HAM di kota Bandung.

Sebagai kota ramah HAM, menurut dia, Bandung juga telah mengajak kota-kota lain di Indonesia untuk bersama-sama melakukan pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat lokal.

"Meski norma HAM bersifat universal, perspektif dan nilai lokal yang ditandai pendekatan bottom-up dan partisipatif harus mendapat perhatian dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM. Bandung dalam kerangka Kota Ramah HAM telah memajukan hak perempuan, anak dan disabilitas serta meningkatkan upaya kerukunan beragama," ujar Ridwan.

Ulasan Berkala Universal Dewan HAM PBB merupakan mekanisme berbasis prinsip kesetaraan untuk meningkatkan pemajuan dan perlindungan HAM bagi seluruh negara anggota PBB, dan bukan proses pengadilan yang bersifat "pointing fingers" (menunjuk).

Melalui mekanisme itu, negara-negara anggota PBB berkesempatan untuk menyampaikan kesesuaian komitmen, langkah-langkah, dan rencana masing-masing pemerintah dalam menjamin keberlanjutan kemajuan agenda HAM di negaranya, termasuk untuk secara sukarela menerima dan menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan negara lain.