Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi, bergerak menguat sebesar 43 poin menjadi Rp13.069 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.112 per dolar AS.

"Dolar AS bergerak cenderung melemah terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah. Pelemahan dolar AS itu dipengaruhi respon pasar terhadap rilis pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang cenderung melambat pada kuartal II 2016," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada di Jakarta, Senin.

Ia mengemukakan bahwa Produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada tingkat tahunan sebesar 1,2 persen pada kuartal kedua 2016, di bawah konsensus pasar 2,6 persen.

Ia menambahkan bahwa minyak mentah dunia yang kembali bergerak menguat turut membuat pergerakan mata uang komoditas, seperti rupiah mengalami apresiasi terhadap dolar AS.

Terpantau harga minyak jenis WTI Crude pada Senin pagi ini (1/8) menguat 0,347 persen menjadi 41,74 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 0,32 persen menjadi 43,67 dolar AS per barel.

Fokus selanjutnya, ia mengatakan bahwa akan dirilisnya data inflasi Indonesia bulan Juli 2016 akan menjadi perhatian pelaku pasar uang di dalam negeri, diharapkan data ekonomi itu sesuai estimasi pasar sehingga mampu menopang laju rupiah lebih tinggi.

Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa eforia amnesti pajak dan perombakan susunan Kabinet Kerja masih menjadi salah satu faktor yang menopang laju mata uang domestik.

Namun, lanjut dia, penguatan rupiah diproyeksikan relatif terbatas mengingat adanya intervensi dari Bank Indonesia yang menginginkan apresiasi rupiah tidak terlalu cepat karena dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi domestik ke depannya.