Ketika novel "Sukreni Gadis Bali" dipentaskan
Oleh Arindra Meodia
1 Agustus 2016 08:34 WIB
Reuben Elishama sebagai Ida Bagus Swamba (kiri) dan Angelina Arcana sebagai Sukreni (kanan) dalam pementasan "Sukreni Gadis Bali" di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Minggu (31/7/2016). (ANTARA News/ Arindra Meodia)
Jakarta (ANTARA News) - Novel karya sastrawan Indonesia, A.A. Panji Tisna berjudul "Sukreni Gadis Bali" dipentaskan.
Pementasan yang digelar di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Minggu (31/7), tersebut menampilkan dialog antar dua orang yang diperankan Reuben Elishama sebagai Ida Bagus Swamba dan Angelina Arcana sebagai Sukreni dan disutradarai Wawan Sofwan.
Ida Bagus Swamba dan Sukreni sebentar lagi akan menikah. Seminggu sebelum hari penikahan mereka, Sukreni menghilang. Ida Bagus Swamba dengan patah hati mencari Sukreni kemanapun dan tidak berhasil menemukannya.
Setelah beberapa waktu, Ida Bagus Swamba bertemu dengan Astaman yang mengetahui keberadaan Sukreni. Swamba mendatangi Sukreni, meminta jawaban dari Sukreni, dan Sukreni menceritakan sebuah tragedi pahit yang menimpanya menjelang hari pernikahan mereka.
Fragmen ini dipilih Sang sutrada yang akrab dipanggil Kang Wawan itu untuk masuk mentransformasikan karya sastra ke karya panggung. Fragmen tengah yang membuat dia bebas menuju fragmen mana pun.
"Saya baca dulu Sukreni semuanya, terus tiba-tiba curiga ini, mengapa Tisna memilih Sukreni, dari Sukreni saya terus jalan, dan dapatnya di tengah-tengah," kata Kang Wawan kepada ANTARA News, ditemui usai pementasan.
"Ini pintu masuk saya untuk membicarakan semua, dan ini kan enggak sampai akhir, ini sampai tengah kemudian dikembalikan ke awal. Dengan begitu, ruang peristiwa ketika Sukreni menceritakan itu lebih kuat," sambung dia.
Dengan berbalut busana khas pemuda dan gadis bali Reuben (Ida Bagus Swamba) dan Angelina (Sukreni) memasuki panggung. Panggung nampak sederhana dengan sepasang bangku dan sebuah meja kayu menjadi properti.
Yang unik adalah panggung dibuat lebih menjorok ke penonton layaknya acara fashion show. "Dengan menggunakan panggung yang maju itu sebenarnya sudah upaya untuk intim," ujar Kang Wawan.
Tak banyak blocking yang dilakukan para pemain selama pementasan yang kurang lebih berlangsung sekitar 30 menit itu.
Pada awal cerita Angelina melantai sementara Reuben duduk di bangku. Saat Sukreni mulai menceritakan tragedi hidupnya, Angelina beralih duduk ke bangku. Kaget mendengar kisah pilu Sukreni, Reuben berdiri maju ke lidah panggung disusul Angelina.
Kemudian keduanya kembali duduk. Saat Swamba mulai bercerita tentang ibu kandung Sukreni, Reuben kembali berdiri maju. Sukreni yang kaget tersungkur di lantai, kemudian Reuben ikut duduk di lantai.
Kang Wawan memilih bermain blocking sempit dengan pergerakan pemain yang bisa dikatakan agak tetap. Hal ini juga diakui Kang Wawan sebagai upaya untuk lebih intim kepada penonton.
"Ini kan tentang sejarah mereka, selama ini mereka cari di berbagai tempat enggak ketemu, ketemunya di ruangan ini, artinya secara simbolik bagaimana mereka masuk ke nostalgia mereka yang sangat sempit sekali," ujar dia.
"Lalu, peristiwa-peristiwa yang mereka alami juga sempit juga kan, Sukreni diperkosa dalam lingkup ruang yang sempit, terus mereka bertemu dalam ruang yang sempit," lanjut dia.
Tidak banyak gesture yang ditampilkan kedua pemain. Begitu pula dengan intonasi. Hal ini, menurut Kang Wawan, dilakukan untuk memperkuat dialog antar kedua pemain.
"Saya enggak senang memvisualkan perkosaan, ini kembali ke budaya lisan kita, menceritakan pengalaman bagi saya lebih intim," ujar Kang Wawan.
Salah satu kesulitan terbesar memindahkan karya tulis nulis novel dan cerpen ke dalam karya panggung, menurut Kang Wawan, adalah masalah ruang.
Bagaimana pun juga, dia mengatakan, teater memiliki ruang peristiwa yang sangat terbatas. Pasti ada kesulitan teknis untuk berpindah dari satu peristiwa A yang terjadi di luar rumah, ke peristiwa B pindah yang terjadi di dalam rumah, misalnya.
"Karena di dalam karya sastra ruang itu kan banyak banget ada di outdoor indoor, kemudian satu ruangan pindah ke tempat yang lain," kata dia.
"Terus bagaimana kita bisa memilih kira-kira bagaimana si ruang peristiwa itu bisa dipindahkan ke rumah, atau dipindahkan ke ruang yang tidak terlalu luas," lanjut dia.
Pementasan tersebut merupayakan salah satu upaya untuk memperkenalkan karya sastra Indonesia kepada generasi muda. Lebih dari itu, pementasan ini diharap mampu memicu orang untuk membaca novel.
"Ini baru cuplikannya, ini baru framing-nya, kalau mau tahu lengkapnya ya baca novelnya. Inilah salah satu cara bagaimana kita memperkenalkan karya sastra kepada publik," kata Kang Wawan.
Upaya tersebut tampaknya berhasil, setidaknya untuk pemeran Ida Bagus Swamba, Reuben. Anak aktris kawakan Marini dan juga adik dari penyanyi Shelomita itu mengaku jarang membaca buku.
"Jujur aku jarang baca novel gitu, kurang tertarik membaca, lebih sering menonton film, saya lebih suka menonton," ujar dia.
"Tapi ada sastra seperti ini jadi tertarik sekarang, ternyata cerita Indonesia itu bagus-bagus banget, mungkin ini lah momentum pas untuk bisa lebih mendalami, mempelajari," lanjut dia.
Meski tidak asing lagi dengan seni peran, aktor dan penyanyi tersebut merasa seni pentas dan pertunjukan berbeda dengan dunia film, "lebih menantang" sebut dia. Pertama kali menjajal, dia pun tak ragu untuk kembali melakukannya.
"Artikulasi harus jelas itu yang paling penting, dan gesture juga beda. Di film kalau salah bisa "cut", kalau ini enggak ada, jadi benar-benar di-push agar bisa melakukan dari awal sampai akhir itu sebagus mungkin," kata Reuben.
Usaha Reuben untuk tampil sempurna dengan berlatih selama kurang lebih dua minggu, lima kali seminggu, dengan porsi setiap kali latihan paling sebentar empat jam, mendapat pujian langsung dari cucu penulis novel A.A. Panji Tisna yang berkesempatan hadir dalam pementasan tersebut.
"Pemeran laki luar biasa sekali. Saya menonton sangat terharu sekali, saya sampai mau menangis, pementasan yang sangat dramatis sekali," ujar dia, usai pementasan.
"Saya sudah berkali-kali menonton baik dalam sinema yang beberapa kali juga ditayangkan. Tadi luar biasa, saya apresiasi sekali," tambah dia.
Pementasan yang digelar di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Minggu (31/7), tersebut menampilkan dialog antar dua orang yang diperankan Reuben Elishama sebagai Ida Bagus Swamba dan Angelina Arcana sebagai Sukreni dan disutradarai Wawan Sofwan.
Ida Bagus Swamba dan Sukreni sebentar lagi akan menikah. Seminggu sebelum hari penikahan mereka, Sukreni menghilang. Ida Bagus Swamba dengan patah hati mencari Sukreni kemanapun dan tidak berhasil menemukannya.
Setelah beberapa waktu, Ida Bagus Swamba bertemu dengan Astaman yang mengetahui keberadaan Sukreni. Swamba mendatangi Sukreni, meminta jawaban dari Sukreni, dan Sukreni menceritakan sebuah tragedi pahit yang menimpanya menjelang hari pernikahan mereka.
Fragmen ini dipilih Sang sutrada yang akrab dipanggil Kang Wawan itu untuk masuk mentransformasikan karya sastra ke karya panggung. Fragmen tengah yang membuat dia bebas menuju fragmen mana pun.
"Saya baca dulu Sukreni semuanya, terus tiba-tiba curiga ini, mengapa Tisna memilih Sukreni, dari Sukreni saya terus jalan, dan dapatnya di tengah-tengah," kata Kang Wawan kepada ANTARA News, ditemui usai pementasan.
"Ini pintu masuk saya untuk membicarakan semua, dan ini kan enggak sampai akhir, ini sampai tengah kemudian dikembalikan ke awal. Dengan begitu, ruang peristiwa ketika Sukreni menceritakan itu lebih kuat," sambung dia.
Dengan berbalut busana khas pemuda dan gadis bali Reuben (Ida Bagus Swamba) dan Angelina (Sukreni) memasuki panggung. Panggung nampak sederhana dengan sepasang bangku dan sebuah meja kayu menjadi properti.
Yang unik adalah panggung dibuat lebih menjorok ke penonton layaknya acara fashion show. "Dengan menggunakan panggung yang maju itu sebenarnya sudah upaya untuk intim," ujar Kang Wawan.
Tak banyak blocking yang dilakukan para pemain selama pementasan yang kurang lebih berlangsung sekitar 30 menit itu.
Pada awal cerita Angelina melantai sementara Reuben duduk di bangku. Saat Sukreni mulai menceritakan tragedi hidupnya, Angelina beralih duduk ke bangku. Kaget mendengar kisah pilu Sukreni, Reuben berdiri maju ke lidah panggung disusul Angelina.
Kemudian keduanya kembali duduk. Saat Swamba mulai bercerita tentang ibu kandung Sukreni, Reuben kembali berdiri maju. Sukreni yang kaget tersungkur di lantai, kemudian Reuben ikut duduk di lantai.
Kang Wawan memilih bermain blocking sempit dengan pergerakan pemain yang bisa dikatakan agak tetap. Hal ini juga diakui Kang Wawan sebagai upaya untuk lebih intim kepada penonton.
"Ini kan tentang sejarah mereka, selama ini mereka cari di berbagai tempat enggak ketemu, ketemunya di ruangan ini, artinya secara simbolik bagaimana mereka masuk ke nostalgia mereka yang sangat sempit sekali," ujar dia.
"Lalu, peristiwa-peristiwa yang mereka alami juga sempit juga kan, Sukreni diperkosa dalam lingkup ruang yang sempit, terus mereka bertemu dalam ruang yang sempit," lanjut dia.
Tidak banyak gesture yang ditampilkan kedua pemain. Begitu pula dengan intonasi. Hal ini, menurut Kang Wawan, dilakukan untuk memperkuat dialog antar kedua pemain.
"Saya enggak senang memvisualkan perkosaan, ini kembali ke budaya lisan kita, menceritakan pengalaman bagi saya lebih intim," ujar Kang Wawan.
Salah satu kesulitan terbesar memindahkan karya tulis nulis novel dan cerpen ke dalam karya panggung, menurut Kang Wawan, adalah masalah ruang.
Bagaimana pun juga, dia mengatakan, teater memiliki ruang peristiwa yang sangat terbatas. Pasti ada kesulitan teknis untuk berpindah dari satu peristiwa A yang terjadi di luar rumah, ke peristiwa B pindah yang terjadi di dalam rumah, misalnya.
"Karena di dalam karya sastra ruang itu kan banyak banget ada di outdoor indoor, kemudian satu ruangan pindah ke tempat yang lain," kata dia.
"Terus bagaimana kita bisa memilih kira-kira bagaimana si ruang peristiwa itu bisa dipindahkan ke rumah, atau dipindahkan ke ruang yang tidak terlalu luas," lanjut dia.
Pementasan tersebut merupayakan salah satu upaya untuk memperkenalkan karya sastra Indonesia kepada generasi muda. Lebih dari itu, pementasan ini diharap mampu memicu orang untuk membaca novel.
"Ini baru cuplikannya, ini baru framing-nya, kalau mau tahu lengkapnya ya baca novelnya. Inilah salah satu cara bagaimana kita memperkenalkan karya sastra kepada publik," kata Kang Wawan.
Upaya tersebut tampaknya berhasil, setidaknya untuk pemeran Ida Bagus Swamba, Reuben. Anak aktris kawakan Marini dan juga adik dari penyanyi Shelomita itu mengaku jarang membaca buku.
"Jujur aku jarang baca novel gitu, kurang tertarik membaca, lebih sering menonton film, saya lebih suka menonton," ujar dia.
"Tapi ada sastra seperti ini jadi tertarik sekarang, ternyata cerita Indonesia itu bagus-bagus banget, mungkin ini lah momentum pas untuk bisa lebih mendalami, mempelajari," lanjut dia.
Meski tidak asing lagi dengan seni peran, aktor dan penyanyi tersebut merasa seni pentas dan pertunjukan berbeda dengan dunia film, "lebih menantang" sebut dia. Pertama kali menjajal, dia pun tak ragu untuk kembali melakukannya.
"Artikulasi harus jelas itu yang paling penting, dan gesture juga beda. Di film kalau salah bisa "cut", kalau ini enggak ada, jadi benar-benar di-push agar bisa melakukan dari awal sampai akhir itu sebagus mungkin," kata Reuben.
Usaha Reuben untuk tampil sempurna dengan berlatih selama kurang lebih dua minggu, lima kali seminggu, dengan porsi setiap kali latihan paling sebentar empat jam, mendapat pujian langsung dari cucu penulis novel A.A. Panji Tisna yang berkesempatan hadir dalam pementasan tersebut.
"Pemeran laki luar biasa sekali. Saya menonton sangat terharu sekali, saya sampai mau menangis, pementasan yang sangat dramatis sekali," ujar dia, usai pementasan.
"Saya sudah berkali-kali menonton baik dalam sinema yang beberapa kali juga ditayangkan. Tadi luar biasa, saya apresiasi sekali," tambah dia.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: