MPR minta intelijen awasi ketat peredaran isu di medsos
31 Juli 2016 17:45 WIB
Suasana Vihara Tri Ratna pascakerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Sabtu (30/7). Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai pada Jumat (29/7) menyebabkan sejumlah vihara dan kelenteng rusak. (ANTARA FOTO/Anton/P003)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Badan Sosialisasi MPR RI, Elnino M. Husein Mohi mengatakan intelijen harus mengawasi ketat peredaran isu di media sosial agar kerusuhan seperti di Tanjungbalai, Sumatera Utara, tak terulang.
"Intelijen keamanan kita (intel polri) maupun intel BIN mesti memberikan perhatian besar terhadap peredaran isu dan opini di media sosial. Jika ada tanda-tanda provokasi maupun penyebaran kebencian, maka polisi perlu langsung bertindak untuk meredam atau menghentikan," ujar dia kepada ANTARA News, Minggu.
Legislator dari Komisi I DPR itu menilai ada kecenderungan masyarakat mengakses media sosial ketimbang informasi dari sumber sahih mengenai suatu isu atau kejadian.
Selain itu, adanya kegagapan membedakan ruang publik dan privat menyebabkan masyarakat seringkali berkomentar tanpa berpikir dampaknya. Inilah yang bisa memicu atau bahkan membesarkan konflik.
"Di masyarakat kita ada "loncatan teknologi informasi". Ada masyarakat yang tidak terbiasa membaca koran, mendengar berita radio, menonton berita televisi, lalu dia langsung bisa mengakses media sosial dan berkomentar secara langsung," kata Elnino.
"Jadilah komennya meluncur begitu saja tanpa filter. Inilah yang seringkali memicu dan membesarkan konflik," imbuh dia.
Berkaca pada kejadian di Tanjungbalai, penyebab kemarahan warga hingga aksi pembakaran rumah ibadah di sana salah satunya disebabkan isu-isu yang tidak benar di media sosial, menurut Camat Tanjungbalai,Pahala Zulfikar.
Pemerintah kota lantas melakukan upaya untuk meredam amuk massa dengan cara menghubungi satu per satu para penyebar isu di media sosial.
Perlu diketahui, sebenarnya, Polri telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015. Isi dalam surat itu salah satunya menyebutkan bahwa pelaku penebar kebencian melalui berbagai media termasuk media sosial bisa diancam hukuman pidana.
"Intelijen keamanan kita (intel polri) maupun intel BIN mesti memberikan perhatian besar terhadap peredaran isu dan opini di media sosial. Jika ada tanda-tanda provokasi maupun penyebaran kebencian, maka polisi perlu langsung bertindak untuk meredam atau menghentikan," ujar dia kepada ANTARA News, Minggu.
Legislator dari Komisi I DPR itu menilai ada kecenderungan masyarakat mengakses media sosial ketimbang informasi dari sumber sahih mengenai suatu isu atau kejadian.
Selain itu, adanya kegagapan membedakan ruang publik dan privat menyebabkan masyarakat seringkali berkomentar tanpa berpikir dampaknya. Inilah yang bisa memicu atau bahkan membesarkan konflik.
"Di masyarakat kita ada "loncatan teknologi informasi". Ada masyarakat yang tidak terbiasa membaca koran, mendengar berita radio, menonton berita televisi, lalu dia langsung bisa mengakses media sosial dan berkomentar secara langsung," kata Elnino.
"Jadilah komennya meluncur begitu saja tanpa filter. Inilah yang seringkali memicu dan membesarkan konflik," imbuh dia.
Berkaca pada kejadian di Tanjungbalai, penyebab kemarahan warga hingga aksi pembakaran rumah ibadah di sana salah satunya disebabkan isu-isu yang tidak benar di media sosial, menurut Camat Tanjungbalai,Pahala Zulfikar.
Pemerintah kota lantas melakukan upaya untuk meredam amuk massa dengan cara menghubungi satu per satu para penyebar isu di media sosial.
Perlu diketahui, sebenarnya, Polri telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015. Isi dalam surat itu salah satunya menyebutkan bahwa pelaku penebar kebencian melalui berbagai media termasuk media sosial bisa diancam hukuman pidana.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: