Tunis, Tunisia (ANTARA News) - Parlemen Tunisia, Sabtu, melengserkan Perdana Tunisia, Habib Essid, dari posisinya dengan mengeluarkan mosi tidak percaya.

Dengan demikian, Tunisia harus membentuk pemerintahan baru yang akan mempunyai tantangan untuk menerapkan reformasi ekonomi yang sangat dibutuhkan.

Essid, seorang teknokrat yang baru menjadi perdana menteri kurang dari dua tahun, dikritik karena tidak mampu menjalankan paket kebijakan reformasi finansial untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu Presiden Tunisia, Beji Caid Essebi, mendesak pembentukan pemerintahan gabungan untuk mempercepat proses reformasi.

Dalam pemilihan mosi tidak percaya, 118 anggota parlemen dari total 191 memilih untuk memberhentikan Essid. Hanya tiga orang yang mendukungnya sementara yang lain abstain.

Perdana menteri baru akan dipilih setelah negosiasi antara partai penguasa perlemen dengan empat partai lainnya. Formasi kabinet juga diperkirakan akan berubah.

Pada awal tahun ini, Essid sempat berseberangan dengan presiden Essebi--yang mendesak terbentuknya pemerintahan gabungan demi mengatasi perpecahan politik di dalam partai penguasa.

Sejak revolusi 2011 yang menggulingkan Zine El Abidine Ben Ali, Tunisia muncul sebagai negara demokrasi yang dapat menjadi model bagi negara-negara kawasan.

Namun serangan-serangan dari kelompok militan mengguncang pemerintahan sementara perpecahan politik memperlambat kemajuan ekonomi.

Essebi mengatakan bahwa negaranya membutuhkan pemerintahan yang lebih dinamis dan siap mengambil keputusan berani terkait liberalisasi ekonomi dan pemotongan anggaran.

Dari sisi keamanan, tiga serangan kelompok radikal yang terjadi sepanjang tahun lalu--salah satu di antaranya adalah penembakan terhadap wisatawan asing di sebuah musium dan pantai--telah merusak industri pariwisata yang menyumbang delapan persen perekonomian dan salah satu sumber utama lapangan kerja.