Kepala Bantuan PBB minta jeda tempur 48 jam di Suriah
29 Juli 2016 08:46 WIB
Orang-orang memeriksa kerusakan di lokasi yang kena tembakan meriam pemberontak di wilayah yang dikuasai pemerintah di Aleppo, Suriah, dalam foto kantor berita SANA, Senin (11/7/2016). (SANA/Handout via REUTERS)
New York (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Kemanusiaan Stephen OBrien mengusulkan jeda tempur 48-jam di Kota Aleppo, Suriah Utara, supaya akses yang aman, rutin dan berkelanjutan terjaga bagi seperempat juta orang yang terjebak di garis depan.
"Situasi orang yang terperangkap di bagian timur Aleppo masih menjadi keprihatinan terbesar," kata OBrien, yang juga Koordinator Bantuan Darurat PBB, Kamis (28/7).
"Sebagaimana saya beritahukan ke Dewan Keamanan PBB pada Senin, kami menuntut akses aman, rutin dan berkelanjutan ke seperempat juta orang yang terjebak di belakang garis depan. Semua pilihan harus dipertimbangkan," katanya.
Ia menyatakan bahwa ia mengetahui tindakan yang diusulkan pada Kamis oleh Federasi Rusia untuk membuat koridor-koridor kemanusiaan.
Laporan media menyatakan Rusia telah mengusulkan pembentukan beberapa jalur yang disebut "koridor ke luar" yang akan memungkinkan penyaluran makanan, serta kesempatan bagi warga sipil untuk meninggalkan kota.
Rusia dan pemerintah Suriah memulai operasi kemanusiaan berskala besar untuk memberikan bantuan kepada penduduk Aleppo, kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Kamis (28/7).
Aleppo, yang secara strategis berada di dekat perbatasan Suriah dengan Turki, adalah kota terbesar di Suriah dan pernah menjadi pusat ekonomi, dan kota tersebut adalah titik penting bentrokan antara militer Suriah dan gerilyawan.
"Penting bahwa keamanan setiap koridor-koridor semacam itu dijamin oleh semua pihak dan orang bisa memanfaatkannya secara sukarela," kata O-Brien sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
"Tak seorang pun bisa dipaksa menyelamatkan diri dengan jalur khusus atau lokasi tertentu. Perlindungan harus dijamin bagi semua orang sesuai dengan prinsip netralitas dan ketidakberpihakan."
"Usul PBB untuk jeda kemanusiaan selama 48 jam guna memungkinkan operasi lintas-perbatasan dan lintas-jalur adalah apa yang dibutuhkan bantuan kemanusiaan," katanya.
"Ini untuk memastikan bahwa kita bisa melihat sendiri situasi menyedihkan orang-orang, menilai keperluan mereka, menyesuaikannya dengan kendala logistik dan membantu orang-orang di tempat mereka berada sekarang dengan keperluan perlindungan dan penyelamatan."
"Dalam kejadian apa pun, semua pihak diharuskan dan berkewajiban, berdasarkan Hukum Kemanusiaan Internasional yang sudah lama dibuat dan diterima untuk memungkinkan tersedianya akses kemanusiaan segera, aman, tanpa hambatan dan tak memihak bagi warga sipil untuk pergi dan bagi bantuan untuk masuk," katanya.
Sejak operasi bantuan diluncurkan pada Februari tahun ini, 16 dari 18 daerah terkepung telah menerima bantuan penyelamatan nyawa, walaupun Arbin dan Zamalka yang berada di pedesaan Damaskus belum bisa dijangkau.
Data terkini PBB menunjukkan bahwa 844.000 orang lebih di kedua daerah yang sudah dijangkau dan lokasi-lokasi terkepung di Suriah telah menerima bantuan sejak awal 2016. (Uu.C003)
"Situasi orang yang terperangkap di bagian timur Aleppo masih menjadi keprihatinan terbesar," kata OBrien, yang juga Koordinator Bantuan Darurat PBB, Kamis (28/7).
"Sebagaimana saya beritahukan ke Dewan Keamanan PBB pada Senin, kami menuntut akses aman, rutin dan berkelanjutan ke seperempat juta orang yang terjebak di belakang garis depan. Semua pilihan harus dipertimbangkan," katanya.
Ia menyatakan bahwa ia mengetahui tindakan yang diusulkan pada Kamis oleh Federasi Rusia untuk membuat koridor-koridor kemanusiaan.
Laporan media menyatakan Rusia telah mengusulkan pembentukan beberapa jalur yang disebut "koridor ke luar" yang akan memungkinkan penyaluran makanan, serta kesempatan bagi warga sipil untuk meninggalkan kota.
Rusia dan pemerintah Suriah memulai operasi kemanusiaan berskala besar untuk memberikan bantuan kepada penduduk Aleppo, kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu pada Kamis (28/7).
Aleppo, yang secara strategis berada di dekat perbatasan Suriah dengan Turki, adalah kota terbesar di Suriah dan pernah menjadi pusat ekonomi, dan kota tersebut adalah titik penting bentrokan antara militer Suriah dan gerilyawan.
"Penting bahwa keamanan setiap koridor-koridor semacam itu dijamin oleh semua pihak dan orang bisa memanfaatkannya secara sukarela," kata O-Brien sebagaimana dikutip kantor berita Xinhua.
"Tak seorang pun bisa dipaksa menyelamatkan diri dengan jalur khusus atau lokasi tertentu. Perlindungan harus dijamin bagi semua orang sesuai dengan prinsip netralitas dan ketidakberpihakan."
"Usul PBB untuk jeda kemanusiaan selama 48 jam guna memungkinkan operasi lintas-perbatasan dan lintas-jalur adalah apa yang dibutuhkan bantuan kemanusiaan," katanya.
"Ini untuk memastikan bahwa kita bisa melihat sendiri situasi menyedihkan orang-orang, menilai keperluan mereka, menyesuaikannya dengan kendala logistik dan membantu orang-orang di tempat mereka berada sekarang dengan keperluan perlindungan dan penyelamatan."
"Dalam kejadian apa pun, semua pihak diharuskan dan berkewajiban, berdasarkan Hukum Kemanusiaan Internasional yang sudah lama dibuat dan diterima untuk memungkinkan tersedianya akses kemanusiaan segera, aman, tanpa hambatan dan tak memihak bagi warga sipil untuk pergi dan bagi bantuan untuk masuk," katanya.
Sejak operasi bantuan diluncurkan pada Februari tahun ini, 16 dari 18 daerah terkepung telah menerima bantuan penyelamatan nyawa, walaupun Arbin dan Zamalka yang berada di pedesaan Damaskus belum bisa dijangkau.
Data terkini PBB menunjukkan bahwa 844.000 orang lebih di kedua daerah yang sudah dijangkau dan lokasi-lokasi terkepung di Suriah telah menerima bantuan sejak awal 2016. (Uu.C003)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016
Tags: