Yogyakarta (ANTARA News) - PT KAI Daop VI Yogyakarta melarang pegawai termasuk penumpang dan masyarakat memainkan permainan virtual berbasis aplikasi telepon selular salah satunya Pokemon GO yang kini menjadi tren.
"Seluruh pegawai, pengunjung, penumpang dan masyarakat dilarang memainkan permainan virtual tersebut di seluruh wilayah yang masuk dalam aset vital milik PT KAI karena dikhawatirkan membawa dampak buruk," kata Manajer Humas PT KAI Daerah Operasi VI Yogyakarta Eko Budiyanto di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, dampak buruk yang bisa ditimbulkan akibat permainan itu di antaranya adalah tidak maksimalnya pelayanan yang diberikan PT KAI kepada penumpang atau ada ancaman keselamatan jiwa penumpang dan karyawan yang memainkan permainan berbasis global positioning system (GPS) itu.
Eko menyebut, permainan tersebut akan sangat menyita perhatian sehingga pemain cenderung hanya memandang layar telepon selular miliknya secara terus menerus dan mengabaikan kondisi lingkungan sekitarnya.
"Bagaimana jika mereka bermain di stasiun atau di sekitar perlintasan kereta api dan tidak sadar dengan kondisi sekitarnya. Bisa membahayakan keselamatan mereka," katanya.
Eko menambahkan, pihaknya juga menerima perintah untuk meningkatkan pengawasan di sekitar rel dan palang pintu perlintasan kereta api untuk mengantisipasi jika ada warga yang membahayakan dirinya dengan bermain Pokemon GO di lingkungan tersebut.
"Sampai saat ini memang belum ada kejadian seperti itu. Namun, antisipasi tetap harus dilakukan," katanya.
Selain berlaku untuk penumpang dan masyarakat, aturan itu juga berlaku untuk masinis dan penjaga perlintasan kereta api yang sedang bertugas karena bisa membahayakan penumpang dan perjalanan kereta.
Pegawai PT KAI yang kedapatan memainkan permainan tersebut, akan diberi sanksi. "Aturan ini berlaku secara nasional dan akan segera kami sebarkan ke seluruh jajaran di Daop VI," katanya.
Daop VI larang permainan Pokemon GO
28 Juli 2016 15:12 WIB
Game Pokemon GO (ANTARA News/Monalisa)
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016
Tags: