Aguan jelaskan NJOP ke Prasetyo-Taufik via telepon
27 Juli 2016 19:51 WIB
Aguan Diperiksa KPK Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (tengah) menunggu untuk diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/4/2016). Aguan diperiksa sebagai saksi terkait kasus pembahasan Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi DKI Jakarta tahun 2015-2035 dan raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis Pantai Utara Jakarta. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pd/16) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan mengaku menjelaskan tentang cara penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di pulau reklamasi kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edy Marsudi dan Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) Mohamad Taufik.
"Melalui telepon saya jelaskan (NJOP) juga ke Pak Taufik, tapi dia bilang bukan bidang dia. Sebelumnya saya bicara ke Prasetyo, tapi dia juga tidak mengerti jadi ngasih (telepon) ke Pak Taufik," kata Aguan dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Aguan menjadi saksi dalam kasus suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.
"Awalnya saya mendapat kabar dari Pemda mengajukan NJOP yang angka luar biasa tinggi. Sepengaetahuan saya ada tim khusus yang membuat NJOP itu. Gubernur maupun DPRD tidak bisa menetapkan NJOP menggunakan angka yang ada. Dia (Pemda) kasih harga NJOP Rp20 juta lebih, saya bilang itu berlebihan," ungkap Aguan.
Menurut Aguan yang sudah berpengalaman selama lebih dari 40 tahun di bidang properti, ada formula khusus untuk menetapkan NJOP.
"Ini pulaunya bahkan belum juga selesai, jalan belum selesai, bangun rumah belum selesai you mau ambil daratan NJOP-nya kurang fair, kalau misalnya satu area NJOP-nya Rp3 juta kalau mateng (harga jual) itu Rp10 juta, Kalau laha 100 persen, penggunaan tanah kita hanya 33 persen, karena ada tanah hijau, fasos (fasilias sosial), fasum (fasilitas umum) dan tanah (kontribusi) 5 persen itu," tegas Aguan.
NJOP tanah rumah Aguan di Pantai Indah Kapuk yang masuk kawasan mewah NJOP-nya hanya Rp15 juta.
"Saya di PIK baru bayar Rp15 juta jadi kalau (NJOP pulau reklamasi) diambil Rp20 juta itu tidak masuk akal. Maksud saya, saya ampaikan ke anggota DPRD dan Sunny mengenai ini ketentuannya terlalu tinggi, kalau bisa cari tim khsusu untuk menilai," jelas Aguan.
Namun menurut Aguan, Taufik tidak terlalu menanggapi pernyataannya itu dengan serius.
"Saya rasa itu inputnya saya, dia tanya ke yang lain apakah ini bener atau tidak,"
Pembicaraan telepon Aguan-Prasetyo-Taufik sudah diperdengarkan jaksa pada sidang 20 Juli 2016 lalu.
Dalam sidang tersebut, Prasetyo mengakui berkonsultasi ke Aguan terkait Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).
"Saya konsultasi ke beliau adalah yang seperti itu karena saya tidak mengerti maka saya tanya ke Pak Taufik," kata Prasetyo pada 20 Juli 2016.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Melalui telepon saya jelaskan (NJOP) juga ke Pak Taufik, tapi dia bilang bukan bidang dia. Sebelumnya saya bicara ke Prasetyo, tapi dia juga tidak mengerti jadi ngasih (telepon) ke Pak Taufik," kata Aguan dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Aguan menjadi saksi dalam kasus suap mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP) dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.
"Awalnya saya mendapat kabar dari Pemda mengajukan NJOP yang angka luar biasa tinggi. Sepengaetahuan saya ada tim khusus yang membuat NJOP itu. Gubernur maupun DPRD tidak bisa menetapkan NJOP menggunakan angka yang ada. Dia (Pemda) kasih harga NJOP Rp20 juta lebih, saya bilang itu berlebihan," ungkap Aguan.
Menurut Aguan yang sudah berpengalaman selama lebih dari 40 tahun di bidang properti, ada formula khusus untuk menetapkan NJOP.
"Ini pulaunya bahkan belum juga selesai, jalan belum selesai, bangun rumah belum selesai you mau ambil daratan NJOP-nya kurang fair, kalau misalnya satu area NJOP-nya Rp3 juta kalau mateng (harga jual) itu Rp10 juta, Kalau laha 100 persen, penggunaan tanah kita hanya 33 persen, karena ada tanah hijau, fasos (fasilias sosial), fasum (fasilitas umum) dan tanah (kontribusi) 5 persen itu," tegas Aguan.
NJOP tanah rumah Aguan di Pantai Indah Kapuk yang masuk kawasan mewah NJOP-nya hanya Rp15 juta.
"Saya di PIK baru bayar Rp15 juta jadi kalau (NJOP pulau reklamasi) diambil Rp20 juta itu tidak masuk akal. Maksud saya, saya ampaikan ke anggota DPRD dan Sunny mengenai ini ketentuannya terlalu tinggi, kalau bisa cari tim khsusu untuk menilai," jelas Aguan.
Namun menurut Aguan, Taufik tidak terlalu menanggapi pernyataannya itu dengan serius.
"Saya rasa itu inputnya saya, dia tanya ke yang lain apakah ini bener atau tidak,"
Pembicaraan telepon Aguan-Prasetyo-Taufik sudah diperdengarkan jaksa pada sidang 20 Juli 2016 lalu.
Dalam sidang tersebut, Prasetyo mengakui berkonsultasi ke Aguan terkait Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).
"Saya konsultasi ke beliau adalah yang seperti itu karena saya tidak mengerti maka saya tanya ke Pak Taufik," kata Prasetyo pada 20 Juli 2016.
Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016
Tags: