Jakarta (ANTARA News) - Pengamat komunikasi dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Iswandi Syahputra mengingatkan masyarakat tidak terjebak dengan opini yang dibangun kelompok radikal bahwa teroris Santoso atau Abu Wardah yang tewas ditembak anggota TNI mati syahid (syuhada).
"Ini perang opini melalui media yang diembuskan kalangan tertentu. Mereka menyebarkan bahwa ada spanduk dukungan yang meriah dari masyarakat dan menyebut Santoso itu syuhada, padahal bukan. Dia teroris," kata Iswandi kepada media, Selasa.
Menurut Iswandi, pembentukan opini positif untuk pelaku teror oleh kelompok radikal bukan hal baru. Pada tahun 2000-an ketika pelaku bom Bali Amrozi dihukum mati juga beredar kabar bahwa Amrozi mati syahid karena bersamaan dengan adanya lafal Allah dalam Bahasa Arab di langit disertai angin yang bertiup ketika pemakaman dan burung-burung yang berkicau.
"Jadi, upaya yang dibuat oleh simpatisan terorisme saat pemakaman Santoso itu bukan untuk pertama kali. Saat Amrozi dihukum mati, mereka juga berupaya demikian," tutur dosen Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga itu.
Dikatakannya, fundamentalisme agama bisa menular dan cara menularkannya bisa melalui mitos-mitos seperti awan di langit dan hal-hal tertentu.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak terjebak dengan propaganda terorisme yang didukung pemberitaan media atau laman radikal dan dibesar-besarkan di media sosial.
"Di situ saya melihat para simpatisannya lihai dengan masalah opini. Ditambah, mereka tidak mendapat peliputan yang layak di media massa, maka cara-cara seperti itu dianggap efektif untuk menularkan semangat juang terorisme itu," ujarnya.
Ia mengatakan media massa sebaiknya tidak memberikan ruang yang besar untuk pemberitaan yang mendukung terorisme. Menurut dia, ini masalah keberpihakan pada konteks kebangsaan.
"Jika media harus meliput maka harus cover both side dan tidak menggiring opini seperti para fans Santoso. Memang kalau tidak meliput dianggap tidak fair, tapi jika media melihat masalah ini dalam satu perspektif saja itu kurang bijak," imbuh Iswandi.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof Achmad Satori Ismail berpendapat bahwa hanya Allah SWT yang bisa menentukan Santoso mati syahid atau bukan. Dia melihat Santoso adalah orang yang punya kelompok dan merongrong keamanan negara.
"Dalam konteks kebangsaan, seorang warga negara merongrong keamanan negara itu kan tidak baik. Itu sebabnya dia diburu oleh aparat keamanan," kata Satori.
Pengamat: Santoso teroris bukan syuhada
26 Juli 2016 19:28 WIB
Foto Dokumentasi: Polisi berjaga di dekat dua peti jenazah di depan Ruangan Instalasi Forensik Rumkit Bayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (19/7/2016). (ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar)
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: