Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mengharapkan implementasi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas importasi barang tepung Gandum dengan Pos Tarif 1101.00.10.00 dan 1101.00.10.90 dari ketiga negara tersebut segera diimplementasikan.

"Perlu pengenaan bea masuk anti dumping sebagai proteksi agar industri nasional memiliki berdaya saing," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis.

Saleh menyampaikan hal tersebut saat mengunjungi PT Bungasari Flour Mills Indonesia di Cilegon, Banten.

Menurut Saleh, pihak Kemenperin intensif berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan mendapat respons positif.

"Harapan yang lebih jauh, ini agar industri tepung terigu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Selanjutnya, industri olahan pangan yang menggunakan tepung terigu berpeluang semakin banyak menyerap produk lokal. Manfaatnya pun berdampak pada industri yang kompetitif, harga produk terjangkau dan menciptakan lapangan kerja.

Di samping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tepung terigu juga diekspor ke beberapa negara antara lain Filipina, Timor Leste, Thailand, dan Korea Selatan. Nilai ekspor tepung terigu terus meningkat dari tahun ke tahun.

Diketahui, salah satu permasalahan yang menjadi penyebab rendahnya utilisasi rata-rata pabrik tepung terigu di Indonesia sebesar 64-68 persen adalah adanya praktik dumping.

Hal itu menimbulkan kerugian industri dalam negeri sebagaimana hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) atas importasi tepung gandum yang berasal dari India, Sri Lanka dan Turki.

Saleh mengatakan, hingga 2015 industri tepung terigu di Indonesia berjumlah 28 pabrik dan terdapat penambahan 3 pabrik yang beroperasi pada tahun 2016, sehingga total kapasitas giling gandum menjadi sebanyak 11,2 juta ton per tahun.

“Sedangkan, pada tahun 2015, produksi tepung terigu sebanyak 5,58 juta ton,” ujarnya.

Pada 2013 nilai ekspor sebesar 37,1 juta dollar AS dan pada 2014 sebesar 39,95 juta dollar AS.

“Pada 2015, nilai ekspor tepung terigu mencapai USD 35,29 juta,” ujar Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim, pada kesempatan yang sama.