Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung tak mangacuhkan (tidak mempedulikan) Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda, yang menyatakan kasus pelanggaran HAM 1965 putusan akhirnya ada pada Pemerintah Republik Indonesia.

"Kita tetap patuhi peraturan di Indonesia, Undang-Undang kita sudah jelas," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Muhammad Rum, di Jakarta, Kamis.

Rum menegaskan pihaknya tetap mengacu pada kerangka UU yang ada di Tanah Air, yakni, UU HAM dan UU Peradilan.

"Kita tidak mengikuti kerangka hukum (negara lain)," tegasnya.

Persoalan HAM sendiri, kata Muhammad Rum, ada mekanismenya seperti melalui Komnas HAM, kejaksaan kemudian ke pengadilan.

Pengadilan Rakyat Internasional untuk kasus pelanggaran HAM di Indonesia tahun 1965 (IPT 1965) akan menyerahkan keputusan akhir kepada pemerintah, usai sidang yang dilaksanakan di Den Haag Belanda.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan hasil akhir keputusan tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo saat pertemuan dengan korban pelanggaran HAM berat seperti pernah dijanjikan Presiden melalui Juru Bicara Presiden Johan Budi.

"Putusan ini secara resmi akan diserahkan pula kepada Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kantor Staf Presiden," ujar Nursyahbani.

Ada pun laporan yang nantinya diserahkan ke Presiden Jokowi merupakan temuan pelanggaran HAM berat dalam wujud 10 tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Indonesia pada tahun 1965-1966 terhadap anggota PKI, terduga anggota PKI, pendukung Presiden Soekarno, anggota radikal Partai Nasional Indonesia (PNI) beserta keluarga mereka.