"Jika pemerintah ingin melakukan impor daging kerbau, harus betul-betul memenuhi sesuai mekanisme aturan yang ada. Selain itu, masyarakat Indonesia tidak biasa dengan makan daging kerbau," kata Firman Soebagyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Menurut Firman, dirinya menolak kebijakan impor daging kerbau itu dengan alasan bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan budaya konsumen di Indonesia.
Dia menilai tujuan pemerintah mengimpor daging kerbau adalah menyiasati agar harga daging sapi bisa turun hingga dibawah Rp80.000 per kilogram.
Dia menyatakan tidak benar apabila pasar Indonesia ingin dijadikan seperti Malaysia yang biasa memakan daging kerbau dan memiliki kebutuhan dan struktur pasar niaga daging yang sangat berbeda.
"Pemerintah selama ini tetap saja tak mempertimbangkan terhadap nasib para peternak-peternak lokal. Karena pada akhirnya nanti, ada pemaksaan kehendak dari pemerintah terhadap masyarakat yang terbiasa makan daging sapi untuk mengosumsi daging kerbau," paparnya.
Firman menegaskan bila Kementan tetap bersikeras mengimpor daging kerbau tanpa mempertimbangkan faktor sosiologis maka yang dirugikan akibat kebijakan tersebut adalah masyarakat yang saat ini masih menggantungkan hidupnya kepada sektor peternakan karena akan mematikan posisi penghasilan petani lokal.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan sebaiknya mempertimbangkan untung rugi khususnya yang bersentuhan dengan dapur rakyat kecil.
Dia menyatakan tidak benar apabila pasar Indonesia ingin dijadikan seperti Malaysia yang biasa memakan daging kerbau dan memiliki kebutuhan dan struktur pasar niaga daging yang sangat berbeda.
"Pemerintah selama ini tetap saja tak mempertimbangkan terhadap nasib para peternak-peternak lokal. Karena pada akhirnya nanti, ada pemaksaan kehendak dari pemerintah terhadap masyarakat yang terbiasa makan daging sapi untuk mengosumsi daging kerbau," paparnya.
Firman menegaskan bila Kementan tetap bersikeras mengimpor daging kerbau tanpa mempertimbangkan faktor sosiologis maka yang dirugikan akibat kebijakan tersebut adalah masyarakat yang saat ini masih menggantungkan hidupnya kepada sektor peternakan karena akan mematikan posisi penghasilan petani lokal.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah sebelum mengeluarkan kebijakan sebaiknya mempertimbangkan untung rugi khususnya yang bersentuhan dengan dapur rakyat kecil.