Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengungkapkan isi pertemuan pimpinan DPRD DKI Jakarta di rumah pendiri Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan termasuk membahas Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

"Saya ditelepon abang saya, Pak Taufik pada Desember. Pak Taufik minta saya untuk hadir dan sampai di sana sudah ada Pak Aguan, Pak Ariesman Riesman Pak Prasetyo Edi ketua DPRD DKI Jakarta, Pak Taufik Wakil Ketua, Pak Ongen Sangaji Ketua Fraksi Hanura dan Slamet Nurdin ketua Fraksi PKS," ungkap Sanusi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.

Sanusi menjadi saksi dalam kasus suap Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan pegawainya Trinanda Prihantoro yang didakwa menyuap anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Sanusi sebesar Rp2 miliar agar mengubah pasal yang mengatur kontribusi tambahan dari tadinya 15 persen menjadi 15 persen dari 5 persen kontribusi.

"Pertama saya tidak tahu agendanya apa tapi saat datang di teras belakangan, ada juga menyinggung surat gubernur DKI mengenai pembahasan raperda pantura tersebut. Saya diberi kesempatan untuk menjelaskan bagaimana proses pengajuan raperda karena anggota DPRD lama hanya saya dan pak Slamet. Jadi saya jelaskan kalau pak Gubernur sudah kirim usulan maka dewan membuat pandangan lalu diparipurnakan baru diagendakan di badan musyawarah dan baru diparipurnakan lagi," tambah Sanusi.

Dalam pertemuan itu Sanusi mengakui bahwa Aguan meminta agar pembahasan tidak bertele-tele.

"Karena mereka (Agung Sedayu) sudah reklamasi maka minta prosesnya tidak bertele-tele, tapi menjelaskan lebih pada mekanisme pembahsan raperdanya," kata Sanusi.

Menurut Sanusi, Prsetyo Edi juga punya hubungan yang dekat dengan Aguan.

"Yang saya tahu Pak Pras punya hubungan dekat dengan Pak Aguan, cuma itu saja, sedangkan Pak Ariesman sebagai prang Agung Podomoro tapi tidak bicara apa-apa," ungkap Sanusi.

"Tapi dalam BAP No 7 saudara menyatakan pada pertemuan di rumah Aguan dibicarakan komitmen anggoata DPRD untuk membantu pengembang meluluskan raperda dan komitmen waktu penyelesaian, ini bagaimana" tanya jaksa KPK Ali Fikri.

"Maksudnya saya pada saat itu mendengar keluhan meraka karena sudah masuk pembahasan di dewan maka mohon dipercepat pembahasannya. Saya tidak terlalu tahu siapa yang menyampaikan apakah Pak Aguan atau Pak Ariesman tapi bahasanya bukan minta dipercepat tapi jangan bertele-telelah karena di dewan," ungkap Sanusi.

Dalam perkara ini, Ariesman dan Trinanda didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

(D017/E001)