Jakarta (ANTARA News) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat garis kemiskinan di Indonesia naik 2,78 persen dari Rp344.809 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp354.386 per kapita per bulan pada Maret 2016.

"Ini angka nasional, tetapi dalam penghitungan setiap provinsi menggunakan garis kemiskinan masing-masing provinsi yang besarannya bervariasi sesuai dengan harga komoditas bahan pokok makanan dan bukan makanan," kata Kepala BPS Suryamin di Jakarta, Senin.

Garis kemiskinan di perkotaan, menurut BPS, secara nasional naik 2,29 persen dari Rp356.378 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp364.527 per kapita per bulan pada Maret 2016.

Sementara garis kemiskinan di perdesaan secara nasional naik 3,19 persen dari Rp333.034 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp343.646 per kapita per bulan pada Maret 2016.

Terdapat beberapa provinsi yang garis kemiskinan di desa lebih tinggi dari perkotaan yang disebabkan tingkat perkembangan harga-harga komoditi di desa lebih tinggi daripada di kota.

Provinsi yang tercatat garis kemiskinan desa lebih tinggi dari kota pada Maret 2016 antara lain Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, dan Maluku.

"Kami menduga hal tersebut terjadi karena distribusi barang dari kota ke desa memerlukan margin perdagangan, sehingga harganya naik dan kemudian inflasi di desa lebih tinggi daripada di perkotaan. Inflasi di perdesaan kalau tidak dibarengi peningkatan pendapatan bisa meningkatkan angka kemiskinan," kata Suryamin.

Suryamin juga menduga kebanyakan masyarakat desa membeli barang-barang urban tidak dalam partai besar dan itu akan membuatnya lebih mahal.

Garis kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.

Garis kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk menentukan kelompok penduduk miskin, yang rata-rata pengeluaran per kapita per bulannya di bawah garis kemiskinan.


Efek rokok

BPS mencatat komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di perdesaan dan perkotaan di antaranya beras, rokok, telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah, dan roti.

Faktor penyumbang lainnya adalah perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.

Sumbangan rokok kretek filter terhadap garis kemiskinan tercatat 9,08 persen di perkotaan dan 7,96 persen di perdesaan, terbesar kedua setelah beras.

"Rokok tidak menyumbang kalori, tapi tetap harus dihitung sebagai pengeluaran," kata Kepala BPS.

Sementara sumbangan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2016 sebesar 73,07 persen.