Menurut keterangan yang disampaikan di Jakarta, Minggu, deklarasi ini hasil pertemuan sejumlah akademisi dan tokoh Maluku di Ambon, Jumat (15/7).
Deklarasi ini ditandatangani sekitar 30 orang, antara lain, Engelina Pattiasina, Prof MKJ Norimarna, PhD, Prof Dr John Riry MP, Prof Dr MJ Saptenno, Mhum, Dr Semuel Leunufna, Drs Theolpilus Luis, Dr Mariam Sangadji MSc, Dr Yance Z Rumahuru MA; Usman Umarella SP MSi, Zulfiqar Lestaluhu SSos MSi, Fadli, SE MM, Farida Hehanusa, SE MAg, Dr Izaak, Tonny Matitaputty, Drs Johanis Helaha, serta Soleman Hatuina.
Selain itu, sejumlah tokoh agama, pemuda, mahasiswa dan beberapa wartawan ikut menandatangani deklarasi itu. Sedangkan akademisi yang menandatangani deklarasi ini berasal dari Universitas Pattimura, Universitas Darussalam, Universitas Kristen Indonesia Maluku, dan STAKPN Ambon.
Deklarasi yang berisi 10 poin ini merupakan komitmen dan tekad untuk menempatkan Tana Maluku sesuai kontribusi dan peran dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Selain menghasilkan deklarasi, Pattiasina mengatakan, juga secara spontan muncul dalam forum untuk mendaftarkan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia.
Berbagai fakta sejarah dan fakta geografis merupakan geoekonomi dan geopolitik masa lalu, maka tidak terbantahkan bahwa Maluku sejak dahulu menjadi incaran dunia internasional karena rempah-rempah yang merupakan anugerah Tuhan bagi masyarakat Maluku.
"Deklarasi Maluku" ini berisi 10 poin, yang berintikan pengakuan nilai sejarah tentang eksistensi Jalur Rempah dan Maluku, persatuan dan kesatuan masyarakat Maluku, dan perjuangan generasi muda Maluku untuk mengembalikan citra Maluku sebagai pusat pengendalian Jalur Rempah.