Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda, Kramatjati, Jakarta Timur, pada Minggu siang membuka crisis center tersendiri untuk mengumpulkan data dari para pasien.
Pengumpulan data tersebut dimaksudkan untuk keperluan penempuhan jalur hukum oleh aliansi tersebut yang meminta pihak RS Harapan Bunda bertanggung jawab terhadap pemberian vaksin palsu terhadap anak-anak mereka.
"Dari kemarin kami lihat tidak ada itikad baik dari pihak RS Harapan Bunda untuk membuka data pasien yang terkena vaksin palsu ini, makanya kami buka sendiri crisis center," kata Humas Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda Jaktim, Audy.
Audy mengaku pihaknya sudah mendapatkan arahan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Kontras untuk pendampingan proses hukum tersebut.
"Kami tidak dalam tujuan mempidana RS Harapan Bunda, tetapi menuntut pertanggungjawaban atas vaksin palsu tersebut," kata Audy.
"Intinya ini mengumpulkan data soliditas dari sesama keluarga korban untuk keperluan melakukan tuntutan pendampingan hukum dengan pendampinhan YLBHI dan Kontras," ujarnya menambahkan.
Di crisis center tersebut keluara korban diminta mengumpulkan data berupa salinan KTP orang tua, salinan kartu keluarga, salinan kartu pengobatan anak, salinan data imunisasi, menyerahkan form surat pernyataan bermaterai serta keluhan medis tertulis.
Aliansi tidak memberikan batas waktu pembukaan crisis center tersebut, yang baru mulai berlangsung pada Minggu siang tersebut.
"Sepanjang pengetahuan kami, masih ada orang tua anak yang belum mengetahui bahwa RS Harapan Bunda tersangkut vaksin palsu, sehingga kami memberikan kesempatan selebar-lebarnya kepada sesama korban untuk turut mengumpulkan data," pungkas Audy.
Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda buat crisis center sendiri
17 Juli 2016 12:53 WIB
Aliansi Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda sejak Minggu (17/7/2016) siang mendirikan crisis center di lobi rumah sakit yang terletak di Kramatjati, Jakarta Timur. (ANTARA News/Gilang Galiartha)
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016
Tags: