PWI NTT sesalkan hilangnya Prasasti Pers 2011
16 Juli 2016 20:36 WIB
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2011 di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT). Presiden SBY dalam acara itu menulis tangan Prasasti Pers: "Para Insan Pers Indonesia, teruslah berjuang untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan kehidupan demokrasi kita." (ANTARA)
Kupang (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyesalkan hilangnya Prasasti Pers yang ditandatangani Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2011 di Taman Nostalgia Kota Kupang.
"Kita sesalkan karena pemerintah bisa kecolongan hingga aset itu dicuri orang," kata Ketua PWI NTT Dion DB Putra kepada ANTARA News di Kupang, Sabtu.
Dia meminta Pemerintah Kota Kupang dan Provinsi NTT segera membuat lagi prasasti untuk mengganti prasasti yang hilang itu untuk mengembalikan nilai sejarah bagi masyarakat umum, dan khususnya pers nasional di NTT.
"Kata-katanya bisa dikutip lagi. PWI Provinsi NTT memililki dokumen foto prasasti itu. PWI berharap pemerintah serius menanggapi masalah ini," kata Pemimpin Redaksi Harian Umum Pos Kupang itu.
Ia menilai, Prasasti Pers yang ditandatangani Presiden SBY pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2011 di Kupang itu bernilai historis tinggi.
"Para Insan Pers Indonesia, teruslah berjuang untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan kehidupan demokrasi kita." Demikian pesan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kupang, Rabu (9/2/2011).
Menurut dia, prasasti ini merupakan monumen pers pertama di luar Pulau Jawa yang ditandangani langsung Presiden RI setelah di Solo, Jawa Tengah.
"Prasasti ini merupakan monumen pers yang sangat bersejarah, karena merupakan pertama di luar Pulau Jawa," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Kupang dan Pemerintah NTT perlu segera membuat kembali prasasti itu dan dipasang kembali pada tempatnya sekaligus dijaga dan dirawat sebagai bagian dari sejarah.
"Kita harapkan pemerintah bisa membuat kembali prasasti itu, kemudian dijaga dan dirawat secara baik agar tetap menjadi bagian dari sejarah," demikian Dion DB.
"Kita sesalkan karena pemerintah bisa kecolongan hingga aset itu dicuri orang," kata Ketua PWI NTT Dion DB Putra kepada ANTARA News di Kupang, Sabtu.
Dia meminta Pemerintah Kota Kupang dan Provinsi NTT segera membuat lagi prasasti untuk mengganti prasasti yang hilang itu untuk mengembalikan nilai sejarah bagi masyarakat umum, dan khususnya pers nasional di NTT.
"Kata-katanya bisa dikutip lagi. PWI Provinsi NTT memililki dokumen foto prasasti itu. PWI berharap pemerintah serius menanggapi masalah ini," kata Pemimpin Redaksi Harian Umum Pos Kupang itu.
Ia menilai, Prasasti Pers yang ditandatangani Presiden SBY pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2011 di Kupang itu bernilai historis tinggi.
"Para Insan Pers Indonesia, teruslah berjuang untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan kehidupan demokrasi kita." Demikian pesan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kupang, Rabu (9/2/2011).
Menurut dia, prasasti ini merupakan monumen pers pertama di luar Pulau Jawa yang ditandangani langsung Presiden RI setelah di Solo, Jawa Tengah.
"Prasasti ini merupakan monumen pers yang sangat bersejarah, karena merupakan pertama di luar Pulau Jawa," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Kupang dan Pemerintah NTT perlu segera membuat kembali prasasti itu dan dipasang kembali pada tempatnya sekaligus dijaga dan dirawat sebagai bagian dari sejarah.
"Kita harapkan pemerintah bisa membuat kembali prasasti itu, kemudian dijaga dan dirawat secara baik agar tetap menjadi bagian dari sejarah," demikian Dion DB.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016
Tags: