Jakarta (ANTARA News) - Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) menetapkan sebanyak tiga dokter berinisial I, AR dan H sebagai tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu.

"Penambahan tersangka ada tiga orang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.

Dengan demikian, Bareskrim Mabes Polri sejauh ini menetapkan tersangka kasus tersebut mencapai 23 orang. Ini bertambah dari sebelumnya 20 orang.

Menurut dia, I merupakan dokter di Rumah Sakit Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur, dan AR merupakan pemilik klinik di Palmerah, Jakarta Barat, sedangkan H adalah mantan Direktur Rumah Sakit Sayang Bunda, Bekasi, Jawa Barat.

Agung mengatakan dari klinik dokter AR yang berlokasi di Jalan Kemanggisan Pulo Palmerah disita sejumlah barang bukti, diantaranya ampul, vaksin bekas dan catatan transaksi pembelian vaksin.

AR diketahui mendapatkan pasokan vaksin dari tersangka S, tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya, sebagai kurir pengantar vaksin ke sejumlah apotek.

Dokter H mendapat pasokan vaksin dari Toko Azka Medical di Jalan Karang Satri Nomor 43 Bekasi, Jawa Barat.

"Azka Medical ini menyalurkan vaksin palsu ke beberapa rumah sakit, salah satunya memasok ke dokter H," katanya.

Selain menetapkan status tersangka terhadap tiga dokter tersebut, seorang bidan berinisial N juga ditetapkan sebagai tersangka kasus yang sama pada Kamis (14/7), yang menjadi pemesan dan pemakai (end user) vaksin palsu.

"Bidan N kami tangkap. Dia berperan sebagai pemesan vaksin palsu dan end user," kata Agung Setya.

Bidan N diketahui berpraktik di kawasan Jatirasa, Bekasi, Jawa Barat.

Agung merinci dari 23 orang tersangka kasus vaksin memiliki peran masing-masing, yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan Undang-Undang (UU) Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.