Kabul (ANTARA News) - Selama enam bulan pertama 2016 sebanyak 10 jurnalis Afghanistan tewas, menjadikan tahun ini sebagai tahun paling berdarah dalam sejarah media di negara tersebut.

Komite Keselamatan Jurnalis Afghanistan (AJSC), dalam laporan periode Januari hingga Juni pada Senin (11/7), mencatat 54 kasus kekerasan terhadap jurnalis Afghanistan, melonjak 38 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Laporan AJSC mengungkapkan, kasus-kasus kekerasan itu meliputi pembunuhan, penangkapan, intimidasi dan penyerangan, yang sebagian besar didalangi oleh orang-orang yang terkait dengan pemerintah Afghanistan.

Laporan tersebut juga mencatat, jumlah kasus kekerasan yang melibatkan kelompok Taliban melonjak dibandingkan tahun lalu. Pemerintah dituding bertanggung jawab atas 21 kasus kekerasan dan Taliban terlibat dalam 16 kasus dari total 54 kasus sejak awal 2016.

Pada Januari, tujuh jurnalis stasiun televisi Tolo tewas akibat serangan bom bunuh diri Taliban, yang mengklaim serangan tersebut sebagai balasan atas propaganda terhadap mereka.

AJSC juga menyatakan para jurnalis perempuan menghadapi berbagai tantangan berat, dan jumlah mereka kian berkurang di tengah situasi keamanan yang makin mencekam.

"Saat ini, kehadiran perempuan di media umumnya terbatas di daerah perkotaan," kata laporan itu seperti dikutip AFP.

"Perempuan masih memiliki peran lemah dalam kepemimpinan dan sektor pemberitaan, menunjukkan kemunduran atas kehadiran dan kualitas perempuan di media."