Indonesia dorong penghormatan hukum internasional terkait LCS
12 Juli 2016 20:36 WIB
Ilustrasi peta kawasan Laut China Selatan. China mengklaim secara sepihak hampir semua Laur China Selatan, dan menerapkan area udara pertahanan di atas wilayah itu. Sampai kini China tidak menetapkan koordinat pasti Sembilan Garis Putus-putus yang dijadikan dasar klaim sepihak mereka. (www,beforeitnews.com)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mendorong semua pihak menghormati hukum internasional, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, dalam menyikapi hasil putusan Tribunal Arbitrase PBB, di Den Haag, terkait sengketa Laut China Selatan.
Sikap Indonesia itu disampaikan Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Selasa, setelah Tribunal Arbitrase PBB, di Den Haag, mengeluarkan keputusan akhir dalam menyelesaikan kasus Filipina-China di Laut China Selatan.
Indonesia sekali lagi menyerukan agar semua pihak dapat menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan terkait sengketa Laut China Selatan.
Selain itu, Indonesia juga mendorong semua pihak tetap berupaya memelihara suasana kondusif di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan menghindari aktivitas militer yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian.
Selain itu, Indonesia juga meminta semua pihak, khususnya yang terlibat dalam sengketa LCS, yaitu China, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Selanjutnya, Indonesia juga menyerukan semua pihak terus melanjutkan komitmen bersama menegakkan perdamaian, serta menunjukkan persahabatan dan kerja sama, sebagaimana telah diupayakan dan dibina dengan baik selama ini.
"Untuk itu semua pihak di Laut China Selatan diminta agar tetap berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai, bebas dan netral di kawasan Asia Tenggara dalam rangka memperkokoh komunitas politik dan keamanan ASEAN.
Selain itu, Indonesia mendorong semua negara pengklaim untuk melanjutkan perundingan secara damai atas sengketa tumpang tindih klaim kedaulatan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional.
Sementara itu, China --yang secara agresif dan sepihak mengklaim kepemilikan hampir seluruh Laut Cina Selatan-- menyatakan tidak mengakui hasil Tribunal Arbitrase PBB dan menolak ikut ambil bagian.
Sikap Indonesia itu disampaikan Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Selasa, setelah Tribunal Arbitrase PBB, di Den Haag, mengeluarkan keputusan akhir dalam menyelesaikan kasus Filipina-China di Laut China Selatan.
Indonesia sekali lagi menyerukan agar semua pihak dapat menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan ketegangan di kawasan terkait sengketa Laut China Selatan.
Selain itu, Indonesia juga mendorong semua pihak tetap berupaya memelihara suasana kondusif di kawasan Asia Tenggara, khususnya dengan menghindari aktivitas militer yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian.
Selain itu, Indonesia juga meminta semua pihak, khususnya yang terlibat dalam sengketa LCS, yaitu China, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
Selanjutnya, Indonesia juga menyerukan semua pihak terus melanjutkan komitmen bersama menegakkan perdamaian, serta menunjukkan persahabatan dan kerja sama, sebagaimana telah diupayakan dan dibina dengan baik selama ini.
"Untuk itu semua pihak di Laut China Selatan diminta agar tetap berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai, bebas dan netral di kawasan Asia Tenggara dalam rangka memperkokoh komunitas politik dan keamanan ASEAN.
Selain itu, Indonesia mendorong semua negara pengklaim untuk melanjutkan perundingan secara damai atas sengketa tumpang tindih klaim kedaulatan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional.
Sementara itu, China --yang secara agresif dan sepihak mengklaim kepemilikan hampir seluruh Laut Cina Selatan-- menyatakan tidak mengakui hasil Tribunal Arbitrase PBB dan menolak ikut ambil bagian.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: