Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, ingin menempatkan prajurit di dalam kapal sipil untuk mengawal pelayaran mereka melintasi perairan rawan perompak di Malaysia hingga Filipina.

"Itu yang kami inginkan, bisa empat atau lima prajurit dalam satu kapal," ujar dia, usai rapat koordinasi Pusat Krisis Pembebasan Sandera WNI, di Jakarta, Senin.

Sejak Maret 2016, sudah empat kali terjadi penculikan dan penyanderaan ABK WNI di perairan perbatasan Indonesia-Filipina. Penculik yang merupakan kelompok separatis Filipina, selalu menuntut uang tebusan pada tiga penyanderaan pertama namun pada yang terakhir ini, belum ada tuntutan apapun.

Kasus terbaru penculikan terhadap tiga WNI yang bekerja untuk kapal penangkap ikan asal Malaysia, terjadi di sekitar perairan Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia, dan baru dilaporkan oleh pemilik kapal pada Minggu (10/7).

Untuk mencegah peristiwa serupa terulang lagi, Nurmantyo mendesak pemberlakuan kerja sama pertahanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia, melalui patroli bersama, penempatan prajurit di dalam kapal, dan izin operasi militer bagi pasukan TNI untuk membebaskan sandera di wilayah Filipina.


Akan tetapi konstitusi Filipina melarang pelibatan militer negara lain untuk beroperasi langsung di negaranya.

Menurut Nurmantyo, Filipina sudah memberi sinyal positif atas peluang kerja sama itu, berdasarkan hasil pembicaraan antar menteri pertahanan kedua negara, Juni lalu. Namun hingga kini keputusannya belum dituangkan secara tertulis. "Lampu hijau sudah, tetapi nanti hitam di atas putih biar menteri pertahanan yang menentukan," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan menteri pertahanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia akan segera menggelar pertemuan di Kuala Lumpur membahas upaya pembebasan tiga WNI yang diculik kelompok separatis Abu Sayyaf, di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina.

Menurut Marsudi, ada urgensi agar pertemuan antara Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, dan Menteri Pertahanan Malaysia, Dato Seri Hishammuddin Tun Hussein, dapat menghasilkan tindakan konkret yang dapat diimplementasikan untuk penguatan kerja sama pertahanan ketiga negara.

Indonesia dan Filipina telah memiliki Perjanjian Patroli Perbatasan 1975 yang berisi tiga elemen kerja sama pertahanan yang bisa dilakukan yakni kerja sama terkoordinasi, patroli bersama, dan patroli terkoordinasi.