Keputusan untuk menjadikan jalan tol sepanjang 20 km itu sebagai jalur mudik tahun ini dianggap sebagai kebijakan yang serba tergesa-gesa dan dipaksanakan.
Masyarakat seakan dipenuhi euforia dan harapan untuk melalui jalur mudik tersebut tanpa macet seperti tahun-tahun biasanya.
Euforia serupa itu alhasil menghasilkan kemacetan yang luar biasa saat puncak arus mudik hingga menjadi bahan empuk untuk "menyerang" pemerintah dari berbagai sisi.
Maka Presiden Jokowi pun lagi-lagi menjadi pihak yang dianggap paling bersalah atas layanan arus mudik yang dianggap "gagal" tahun ini.
Kejadian itu diperparah dengan konfirmasi meninggalnya beberapa orang di jalur mudik yang kemudian dikaitkan dengan kondisi macet parah tersebut.
Baca Juga : Gubernur Jateng : tewasnya pemudik macet "Brexit" perlu konfirmasi
Perjalanan mudik tahun ini pun dianggap penuh dengan kegagalan.
Dalam berbagai lini media sosial, Presiden Jokowi dituntut untuk meminta maaf karena dianggap telah gagal menangani kemacetan pada musim mudik lebaran tahun ini.
Dapat Dikendalikan
Merespon kondisi itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru menyebutkan arus mudik tahun ini tergolong masih dapat dikendalikan dari beberapa indikator yang diperhatikannya.
"Saya kira baik, misalnya yang dari Merak Bakauheni dapat dikatakan lancar, bagus. Memang yang ke timur ada satu tempat saja yang bermasalah, dan itu sudah saya sampaikan dan perkirakan sebelumnya. Tapi saya kira kalau dibandingkan tahun lalu jauh sekali bedanya," kata Presiden Jokowi.
Menurut dia, jumlah pemudik tahun ini meski kenaikannya melonjak signifikan tapi masih dalam posisi yang bisa dikendalikan.
Mantan Gubernur DKI itu mengetahui fakta kemacetan parah di Brebes Exit (Brexit) sehingga ia berjanji akan merampungkan proyek pembangunan infrastruktur terutama jalan tol yang tersisa untuk mencegah kemacetan terulang kembali di ruas jalan tol Pejagan-Brebes Timur.
Pemerintah dikatakannya akan segera menyelesaikan pembangunan infrastruktur jalan tol yang tersisa untuk mencegah kemacetan tersebut terulang kembali di waktu yang akan datang.
Tol yang baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada pertengahan Juni 2016 itu diakuinya memang menjadi salah satu ruas tol yang paling banyak digunakan para pemudik lebaran di tahun ini.
"Pintu-pintu tol yang di tengah sudah dihilangkan, tetapi tetap diakhirnya tetap harus ngantri. Nanti kalau itu sudah tersambung dari Batang ke Semarang, Semarang ke Solo, Solo ke Ngawi, Ngawi ke Kertosono, semua tersambung semua akan lancar," katanya.
Mudik lancar dan balik tanpa kemacetan adalah harapan semua. Namun untuk menuju impian tersebut bukan semata tanggung jawab pemerintah.
Baca Juga : Mendagri: pemerintah minta maaf terkait layanan mudik
Menjadikan kemacetan sebagai alat untuk menyerang dan mengritik pemerintah juga bukan solusi yang lantas merampungkan persoalan.
Boleh jadi ruas tol Pejagan-Brebes Timur tahun ini belum mampu memenuhi harapan bebas macet bagi para pemudik sebagaimana disampaikan Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
Namun keberadaan tol yang merupakan bagian dari Trans Jawa tersebut semakin tidak terelakkan.
Djoko yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu mengatakan ruas tol Pejagan-Brebes Timur masih gagal memenuhi harapan terpangkasnya kemacetan saat arus mudik Lebaran.
Terbukti, pemudik perlu berjam-jam untuk menempuh jalan bebas hambatan sepanjang 29,3 kilometer tersebut.
"Dampaknya, waktu tempuh menjadi lebih lama, antrian kendaraan macet lebih panjang. Jarak 20, 3 kilometer Pejagan-Brebes Timur mininal ditempuh 5 jam 30 menit," katanya.
Hal itu berarti, kata Djoko, propaganda tol mengatasi kemacetan tidak berhasil.
"Desain pintu keluar di Pantura juga jadi penyebab macet. Harus dirancang tanpa traffic light dengan membangun interchange," katanya.
Macetnya Brebes juga menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hemi Pamuraharjo lebih disebabkan karena volume kendaraan yang sangat tinggi dan di luar kapasitas jalan yang membuat antrian tol menjadi sangat panjang.
Baca Juga : Tol jadi favorit pemudik tujuan Jawa Tengah
Penyebab kemacetan berikutnya adalah antrian di pom bensin Pertamina dekat pintu tol Brebes Timur, ujar Hemi.
Namun, apapun bentuknya, kemacetan tetaplah bukan sesuatu yang tepat dijadikan alasan untuk saling menyerang dan menyalahkan.
Sebab infrastruktur yang baik ditunjang pula oleh peran serta seluruh rakyat Indonesia, bukan dari sinisme dan apatisme yang berlebihan.
Menjadikan kemacetan sebagai alat untuk menyerang dan mengritik pemerintah juga bukan solusi yang lantas merampungkan persoalan.
Boleh jadi ruas tol Pejagan-Brebes Timur tahun ini belum mampu memenuhi harapan bebas macet bagi para pemudik sebagaimana disampaikan Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
Namun keberadaan tol yang merupakan bagian dari Trans Jawa tersebut semakin tidak terelakkan.
Djoko yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu mengatakan ruas tol Pejagan-Brebes Timur masih gagal memenuhi harapan terpangkasnya kemacetan saat arus mudik Lebaran.
Terbukti, pemudik perlu berjam-jam untuk menempuh jalan bebas hambatan sepanjang 29,3 kilometer tersebut.
"Dampaknya, waktu tempuh menjadi lebih lama, antrian kendaraan macet lebih panjang. Jarak 20, 3 kilometer Pejagan-Brebes Timur mininal ditempuh 5 jam 30 menit," katanya.
Hal itu berarti, kata Djoko, propaganda tol mengatasi kemacetan tidak berhasil.
"Desain pintu keluar di Pantura juga jadi penyebab macet. Harus dirancang tanpa traffic light dengan membangun interchange," katanya.
Macetnya Brebes juga menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hemi Pamuraharjo lebih disebabkan karena volume kendaraan yang sangat tinggi dan di luar kapasitas jalan yang membuat antrian tol menjadi sangat panjang.
Baca Juga : Tol jadi favorit pemudik tujuan Jawa Tengah
Penyebab kemacetan berikutnya adalah antrian di pom bensin Pertamina dekat pintu tol Brebes Timur, ujar Hemi.
Namun, apapun bentuknya, kemacetan tetaplah bukan sesuatu yang tepat dijadikan alasan untuk saling menyerang dan menyalahkan.
Sebab infrastruktur yang baik ditunjang pula oleh peran serta seluruh rakyat Indonesia, bukan dari sinisme dan apatisme yang berlebihan.