Anggota DPR usul bentuk UU Pengamalan Pancasila
9 Juli 2016 12:04 WIB
Dokumentasi mahasiswa Institut Seni Indonesia mengecat tubuhnya saat aksi damai menolak Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di depan Rektorat ISI, Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (17/6/2016). Dalam aksinya mereka mengajak seluruh pemangku kepentingan di ISI Yogyakarta untuk melawan segala bentuk gerakan anti Pancasila serta mendorong penegak hukum mengusut lebih lanjut segala aktivitas HTI yang menentang Pancasila. ANTARA FOTO/Andreas Atmoko)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yanuar Prihatin, mengusulkan pembentukan Undang Undang Pengamalan Pancasila guna menguatkan pertahanan bangsa.
"Strategi teritorial sudah harus ditegakkan namun kita belum memiliki daya tangkal yang kuat. DPR harus segera merumuskan UU di bidang pertahanan dan keamanan terutama terkait dengan penangkalan terorisme," ujar Prihatin, dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, bom bunuh diri yang terjadi di Kantor Polresta Surakarta, Selasa (5/6), menunjukkan ketahanan nasional masih lemah karena kejadian ini bukanlah pertama kali.
Dia mengatakan banyaknya anggota masyarakat yang melakukan tindakan ekstrem menunjukkan negara belum mempunyai kekuatan dalam menjaga pemahaman dan pengamalan Pancasila serta keutuhan wilayah NKRI.
Pada masa Orde Lama berkuasa, ada mata pelajaran kewarganegaraan, Civics, yang bertujuan menanamkan karakter bangsa dan memahami ketatanegaraan selain pemantapan pengertian tentang konstitusi dan dasar negara.
Pada masa Orde Baru, diciptakan P4 yang dikelola BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pancasila menjadi hal yang formal dan masuk dalam kurikulum resmi pendidikan nasional, pun secara informal melalui Penataran P4 dengan berbagai pola.
Saat itu, semua pegawai negeri, BUMN, dan sebagian swasta harus mengenyam Penataran P4 sesuai eselonisasinya. Bahkan diciptakan juga Program Simulasi Pancasila di tingkat keluarga oleh BP7 Pusat. Saat itu, paling tidak, semua orang hafal sila-sila di dalam Pancasila.
Generasi terakhir yang merasakan Penataran P4 adalah yang lahir hingga pertengahan dasawarsa '80-an. Sejak reformasi, hal-hal terkait Orde Baru dan terkait pemimpin pada masa itu banyak yang dinilai usang dan tidak perlu dilestarikan lagi.
BP7 Pusat yang kantornya terletak di samping Kementerian Luar Negeri, termasuk yang digusur begitu saja. Pancasila dan implementasinya berubah konsep dan menjadi hal yang tidak pokok lagi dan tidak populer lagi.
Prihatin menilai saat ini aparat keamanan belum memiliki kemampuan yang optimal dalam mencegah tindakan kekerasan seperti bom bunuh diri yang sering kali diklaim dilakukan atas nama agama.
Dia mengambil contoh nilai positif dalam UU Subversif yang berlaku pada zaman Orde Baru. Bagi dia saat itu individu dan organisasi anti Pancasila tidak berkembang.
"Sekarang tidak ada UU yang melindungi warga negara dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pemerintah perlu segera merumuskan ulang UU strategi Keamanan dan Ketahanan guna mencegah munculnya terorisme dan gerakan yang melanggar HAM," katanya.
Dia mengusulkan agar pemerintah dan DPR segera menyusun UU Pengamalan Pancasila dan merevisi regulasi yang mengatur keamanan dan pertahanan.
"UU terkait dengan ideologi Pancasila sekarang tidak ada dan lemah serta tidak sistematis sehingga belum ada gerakan nasional. Penataran P4 menjadi contoh pengamalan ideologi Pancasila," tuturnya.
"Strategi teritorial sudah harus ditegakkan namun kita belum memiliki daya tangkal yang kuat. DPR harus segera merumuskan UU di bidang pertahanan dan keamanan terutama terkait dengan penangkalan terorisme," ujar Prihatin, dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, bom bunuh diri yang terjadi di Kantor Polresta Surakarta, Selasa (5/6), menunjukkan ketahanan nasional masih lemah karena kejadian ini bukanlah pertama kali.
Dia mengatakan banyaknya anggota masyarakat yang melakukan tindakan ekstrem menunjukkan negara belum mempunyai kekuatan dalam menjaga pemahaman dan pengamalan Pancasila serta keutuhan wilayah NKRI.
Pada masa Orde Lama berkuasa, ada mata pelajaran kewarganegaraan, Civics, yang bertujuan menanamkan karakter bangsa dan memahami ketatanegaraan selain pemantapan pengertian tentang konstitusi dan dasar negara.
Pada masa Orde Baru, diciptakan P4 yang dikelola BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pancasila menjadi hal yang formal dan masuk dalam kurikulum resmi pendidikan nasional, pun secara informal melalui Penataran P4 dengan berbagai pola.
Saat itu, semua pegawai negeri, BUMN, dan sebagian swasta harus mengenyam Penataran P4 sesuai eselonisasinya. Bahkan diciptakan juga Program Simulasi Pancasila di tingkat keluarga oleh BP7 Pusat. Saat itu, paling tidak, semua orang hafal sila-sila di dalam Pancasila.
Generasi terakhir yang merasakan Penataran P4 adalah yang lahir hingga pertengahan dasawarsa '80-an. Sejak reformasi, hal-hal terkait Orde Baru dan terkait pemimpin pada masa itu banyak yang dinilai usang dan tidak perlu dilestarikan lagi.
BP7 Pusat yang kantornya terletak di samping Kementerian Luar Negeri, termasuk yang digusur begitu saja. Pancasila dan implementasinya berubah konsep dan menjadi hal yang tidak pokok lagi dan tidak populer lagi.
Prihatin menilai saat ini aparat keamanan belum memiliki kemampuan yang optimal dalam mencegah tindakan kekerasan seperti bom bunuh diri yang sering kali diklaim dilakukan atas nama agama.
Dia mengambil contoh nilai positif dalam UU Subversif yang berlaku pada zaman Orde Baru. Bagi dia saat itu individu dan organisasi anti Pancasila tidak berkembang.
"Sekarang tidak ada UU yang melindungi warga negara dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga pemerintah perlu segera merumuskan ulang UU strategi Keamanan dan Ketahanan guna mencegah munculnya terorisme dan gerakan yang melanggar HAM," katanya.
Dia mengusulkan agar pemerintah dan DPR segera menyusun UU Pengamalan Pancasila dan merevisi regulasi yang mengatur keamanan dan pertahanan.
"UU terkait dengan ideologi Pancasila sekarang tidak ada dan lemah serta tidak sistematis sehingga belum ada gerakan nasional. Penataran P4 menjadi contoh pengamalan ideologi Pancasila," tuturnya.
Pewarta: Libertina Ambari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016
Tags: