Jakarta (ANTARA News) - Seorang tentara Amerika Serikat, Audi N Sumilat, mengaku terlibat dalam skema pembelian senjata api dan menyelundupkannya untuk Pasukan Pengamanan Presiden TNI, Rabu waktu setempat.

Sumilat mengaku bersalah dan akan menerima vonis pada Oktober, kata Kantor Jaksa Amerika Serikat, di New Hampshire. Pria 36 tahun itu terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda 250.000 dolar Amerika Serikat. Tidak diungkap jenis, tipe, dan kuantitas senjata api yang dimaksud.


Salah satu rekan Sumilat yang terlibat juga dikenai tuduhan dan dijadwalkan akan diperiksa pada 19 Juli.
Asisten Jaksa, Bill Morse mengatakan, ada beberapa kasus di New Hampshire dan negara bagian lain tentang perdagangan senjata api internasional ke negara seperti Ghana, Kanada dan Meksiko.


"Tapi ini pertama kalinya kami menyadari pembelinya adalah wakil dari pemerintah negara lain," kata Morse seperti dilansir Army Times.

Pihak otoritas mengatakan, Sumilat bergabung dalam konspirasi membeli senjata di Texas dan New Hampshire untuk anggota-anggota Paspampres TNI yang ditugaskan melindungi presiden dan wakil presiden Indonesia, namun secara hukum mereka tidak bisa membeli senjata.




Sumilat mengaku ia dan tiga temannya membuat rencana pada 2014 saat mereka berada di Fort Benning, Georgia untuk pelatihan.


Sumilat mengatakan, ia membeli senjata di Texas dan mengirim itu ke rekannya di New Hampshire, yang memberikannya ke anggota Paspampres TNI dalam kunjungan ke Washington D.C dan kantor PBB di New York. Senjata itu akan diselundupkan ke luar Amerika Serikat.


Sumilat mengaku bersalah telah membuat pernyataan palsu membeli senjata untuk dia pribadi. Dia harus punya lisensi eksportir khusus untuk bisa mengekspor senjata secara legal. Namun, ia tidak memiliki lisensi itu.


Jaksa New Hampshire, Emily Gray Rice, mengatakan, konsekuensi dari penyelundupan senjata api bisa berakibat fatal.


"Senjata api yang dieskpor secara ilegal dapat berakhir di tangan yang salah. Penyelundupan senjata api akan diusut semaksimal mungkin untuk melindungi orang-orang yang tak bersalah, baik warga AS mau pun negara lain, dari senjata AS di luar negeri yang digunakan untuk kejahatan," kata dia.






Sampai kini belum ada konfirmasi apapun dari Pasukan Pengamanan Presiden TNI tentang ini.