Jakarta (ANTARA News) - Kurang sebulan menjelang Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brazil, menjadi hari-hari sibuk Raja Sapta Oktohari selaku ketua kontingen atau chef de mission (CDM) kontingen olahraga Indonesia yang akan berlaga pada pesta olahraga sejagat itu.

Ia harus memastikan kontingen Indonesia dalam kondisi siap serta tidak ada kendala teknis maupun non-teknis.

Oleh sebab itulah ia bersama timnya terus melakukan pemantauan langsung ke cabang-cabang yang atletnya lolos kualifikasi Olimpiade, seperti bulu tangkis, angkat besi, panahan, atletik, dan balap sepeda.

"Sejauh ini persiapan atlet sudah bagus dan sesuai program, selanjutnya tinggal melakukan pemantapan teknis, baik di dalam maupun luar negeri," kata pria yang akrab dipanggil Okto tersebut saat acara pengukuhan kontingen Olimpiade Indonesia di Gedung Kemenpora Jakarta, 21 Juni lalu.

Okto sendiri sudah beberapa kali ke Rio de Janeiro untuk ikut memastikan kesiapan dukungan bagi atlet-atlet Indonesia selama berada di kota tersebut, termasuk soal makanan dan penginapan bagi ofisial yang terakreditasi maupun non akreditasi, serta kesehatan dan keamanan tim.

Okto tampaknya ingin agar berbagai kendala dapat segera diselesaikan sebelum kontingen berangkat ke Brazil.

Sikapnya yang periang, enerjik dan mudah bergaul, membuat berbagai permasalahan serumit apa pun dapat diselesaikan melalui kerja sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam persiapan Olimpiade ini.

Misalnya saat atlet-atlet negara lain mengkhawatirkan soal virus zika di Brazil, Okto meminta para atlet agar tetap tenang dan hanya berpegang pada informasi dari pihak yang berwenang.

"Soal zika, saya tidak ingin berkomentar terlalu jauh, biarlah pihak yang berwenang soal ini yang memberi penjelasan, misalnya dari Kementerian Kesehatan, atau pun dari WHO (organisasi kesehatan dunia)," kata pria kelahiran Jakarta 15 Oktober 1975.

Bukan orang baru
Okto yang pernah mengenyam pendidikan tinggi di Oklahoma City, Amerika Serikat itu sebenarnya bukan orang baru di kalangan olahraga, meskipun awalnya ia lebih banyak dikenal di dunia bisnis.

Komisaris PT OSO ini adalah anak kedua dari empat bersaudara keluarga politikus dan pengusaha Oesman Sapta Odang.

Bidang usaha yang ditangani Okto sendiri cukup luas dan merambah berbagai bidang, seperti perkebunan, pertambangan, perhotelan dan komunikasi.

Ia terpilih menjadi ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2011-2014 dalam Musyawarah Nasional HIPMI XIV di Makassar, Sulawesi Selatan.

Dengan kiprahnya sebagai pengusaha di usia yang relatif muda, dan juga berbagai inovasi yang dilakukannya dalam organisasi HIPMI, banyak kalangan bisnis nasional menjulukinya sebagai "the rising star".

Sejumlah penghargaan diraih oleh Okto di bidang bisnis, di antaranya dari Asian Pasific Entrepreneurship Award (APEA) untuk kategori Young Entrepreneur Of The Year Award tahun 2011, masuk dalam 50 orang berpengaruh versi Majalah Globe, serta penghargaan Man of the Year versi Majalah Borneo dan Tribune.

Di tengah kesibukannya sebagai pengusaha dan ketua HIPMI, ia tetap menekuni kegiatan olahraga, khususnya bersepeda. Di Makassar dan Pontianak, ia juga membentuk komunitas "bike to work".

Di bidang olahraga sepeda ini, ia pada tahun 2015 terpilih menjadi Ketua Umum Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) periode 2015-2019, melalui sebuah Munaslub, setelah organisasi itu sempat terpecah kepengurusannya.

Namun sebelum bergelut pada organisasi ISSI, Okto sebenarnya juga punya perhatian pada olahraga tinju professional, sebagai promotor. Bahkan ia mendapat penghargaan Asian Promoter of The Year 2011 oleh World Boxing Association (WBA), sebagai promotor tinju termuda di dunia.

Di bawah Mahkota Promotion yang dipimpinnya, Okto ikut berperan membesarkan petinju asal Kalimantan Barat Daud Yordan yang kini tercatat sebagai penantang nomor satu kelas ringan versi WBA.

Perhatiannya pada olahraga serta juga kemampuan berbisnis dan manajerial, menjadi salah satu pertimbangan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) untuk menunjuknya untuk mengemban tugas khusus sebagai "chef de misiion" kontingen tim Olimpiade Indonesia.

Seperti dikemukakan Wakil Ketua KOI Muddai Madang, sebelumnya ada sejumlah kandidat yang dibahas bersama Kemenpora untuk ditunjuk menjadi komandan Olimpiade.

"Presiden meminta ketua kontingen Olimpiade dari kalangan atlet, pihak Menpora ingin dari kalangan muda, sedangkan KOI cenderung ingin dari kalangan bisnis," kata Muddai Madang.

Akhirnya terpilihlah Okto yang meskipun tidak pernah menjadi atlet nasional, namun setidaknya itu punya perhatian terhadap olahraga, mampu dalam hal manajerial, karena tugas CDM bukan hanya soal teknis tapi juga non teknis.

Ia juga mewakili kalangan muda yang energik serta mudah berkomunikasi dengan para atlet yang juga umumnya adalah anak-anak muda.

"Tugas CDM itu bisa menyemangati atlet dan membuat nyaman. Kalau sudah nyaman, para atlet nantinya bisa menggali kemampuan mereka saat bertanding," kata Muddai.

Okto sendiri sudah menyadari bahwa sebagai CDM tugasnya cukup berat, mulai dari mempersiapkan tim dari segi teknis dan non teknis, ia juga harus mengamankan target minimal meraih dua medali emas Olimpiade.

Apalagi pada Olimpiade sebelumnya di London 2012, Indonesia untuk pertama kalinya sejak 1992 gagal meraih medali emas. Tradisi yang terputus tersebut kini harus disambung kembali oleh Okto dan tim Indonesia yang dipimpinnya.