Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj prihatin dengan maraknya kasus-kasus korupsi belakangan ini, yang bahkan beberapa di antaranya terjadi di bulan Ramadhan.

Said ketika ditemui usai berbuka puasa bersama di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis malam mengatakan bahwa momen puasa seharusnya memunculkan kesadaran bahwa perilaku sekecil apapun akan ada konsekuensinya.

"Perilaku tamak dan rakus bukan hanya dilakukan oleh kelompok tertentu saja. Kalau tidak betul-betul memiliki kepribadian kuat dalam menghadapi godaan, semua bisa tergiur," kata dia

Said mengatakan hal tersebut menanggapi terungkapnya beberapa dugaan kasus suap oleh KPK di bulan Ramadhan, yang salah satu di antaranya melibatkan anggota legislatif.

Dia juga prihatin dengan banyaknya para penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang terlibat kasus tindak pidana korupsi.

Said berpendapat para koruptor tersebut tidak memiliki kepekaan terkait masalah pelanggaran hukum.

"Contohnya melanggar lampu merah, itu kita seharusnya merasa salah, jangan merasa benar karena dianggapnya biasa saja dan kemudian tidak ada rasa bersalah, padahal kita melanggar hukum itu," kata dia.

Selain itu, Said juga berpendapat bahwa hukuman mati pantas diberikan bagi koruptor yang melakukan kejahatan tindak pidana korupsi yang sampai menyebabkan negara bangkrut.

"Yang korupsinya merugikan negara itu hukumannya terserah hakim. Kalau korupsi yang sampai membikin negara kolaps dan bangkrut, hukum mati. Siapapun itu. Kalau sekadar korupsi Rp100 juta belum bangkrut, tapi bikin rugi negara. Tapi kalau sampai membangkrutkan, krisis, jatuh ekonomi negara, hukum mati itu," kata dia.