Hengkangnya Ford rugikan mitranya di Indonesia
27 Juni 2016 15:44 WIB
Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana, Andee Y. Yoestong, selaku pengelola 11 diler resmi Ford di Indonesia, memberikan keterangan pers terkait rencana gugatan terhadap Ford Motor Indonesia dan Ford Motor Company, di Jakarta, Senin (27/6/2016). (ANTARA New/Gilang Galiartha)
Jakarta (ANTARA News) - Keputusan pabrikan mobil Amerika Serikat, Ford Motor Company (FMC), menghentikan aktivitas bisnis mereka di Indonesia serta menutup perwakilan resminya, PT Ford Motor Indonesia (FMI), pada awal tahun 2016 membuat mitra pengusaha lokal yang mengelola jaringan diler brand itu menanggung kerugian besar.
Enam grup otomotif yang membawahi 31 dari 44 diler resmi Ford seluruh Indonesia, pada Senin di Jakarta buka suara mengenai tindakan FMC dan FMI yang mereka anggap sewenang-wenang tersebut.
Pada saat FMC secara sepihak menyatakan penghentian operasional FMI dan meninggalkan aktivitas bisnis di Indonesia, 25 Januari 2016, mitra pengusaha lokal pemilik diler tak sedikitpun diajak berbicara kecuali sekadar menyampaikan pengumuman, padahal pihak diler mereasa sudah mengucurkan investasi ratusan miliar memenuhi permintaan FMI sebagai kesepakatan bisnis.
Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana, Andee Y. Yoestong, yang membawahi 11 diler Ford di Jakarta, Tangerang, Sumatera Utara dan Papua, mengaku pihaknya bahkan masih dikejar-kejar target pembukaan diler baru di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat, setengah bulan sebelum keputusan Ford tersebut.
"Kami diharuskan relokasi dari Jalan Panjang, karena Ford meminta kami memiliki diler di atas lahan sendiri ketimbang lahan sewa. Dan kami sudah mendapatkan IMB di lokasi Puri Pesanggrahan tersebut," kata Andee, yang juga mengetuai konsorsium enam grup pemilik diler Ford tersebut.
Andee juga mengeluhkan bagaimana Ford pada awalnya mengabaikan protes keras pihak diler bahwa penutupan tidak bisa ditunda seharipun, dari pengumuman 25 Januari 2016, bahkan menolak berbagai negosiasi dari pihak diler baik itu permintaan pembuatan surat resmi untuk menghindari tuntutan pelangan maupun pengajuan penunjukkan distributor resmi baru.
Ironisnya, belakangan Ford mengeluarkan penundaan penutupan operasional hingga Maret 2017, sebagai buah dari kesepakatan damai atas gugatan oleh konsumen pemilik Ford Everest, David Tobing.
Selain itu diputuskan juga penunjukan pihak ketiga yang bakal menangani operasional purnajual Ford sebelum penutupan FMI total, yang hingga saat ini masih tak menemukan titik terang siapa yang akan ditunjuk.
Dampaknya, jaringan diler yang beroperasi juga harus terus melakukan pelayanan bagi konsumen di tengah ketidakpastian nasib bisnis mereka.
"Hingga saat ini kami belum diputus kontrak, tidak ada bedanya digorok di leher lantas dibiarkan supaya mati pelan-pelan," kata Andee.
(baca juga: Ford di ambang gugatan hukum jaringan diler resminya)
Oleh karena itu, enam grup jaringan diler tersebut sudah dua kali melayangkan somasi kepada FMI dan FMC, dan jika tetap tak digubris mereka akan mengambil jalur hukum dengan gugatan ganti rugi Rp1 triliun.
Enam grup otomotif yang membawahi 31 dari 44 diler resmi Ford seluruh Indonesia, pada Senin di Jakarta buka suara mengenai tindakan FMC dan FMI yang mereka anggap sewenang-wenang tersebut.
Pada saat FMC secara sepihak menyatakan penghentian operasional FMI dan meninggalkan aktivitas bisnis di Indonesia, 25 Januari 2016, mitra pengusaha lokal pemilik diler tak sedikitpun diajak berbicara kecuali sekadar menyampaikan pengumuman, padahal pihak diler mereasa sudah mengucurkan investasi ratusan miliar memenuhi permintaan FMI sebagai kesepakatan bisnis.
Presiden Direktur PT Kreasi Auto Kencana, Andee Y. Yoestong, yang membawahi 11 diler Ford di Jakarta, Tangerang, Sumatera Utara dan Papua, mengaku pihaknya bahkan masih dikejar-kejar target pembukaan diler baru di Puri Pesanggrahan, Jakarta Barat, setengah bulan sebelum keputusan Ford tersebut.
"Kami diharuskan relokasi dari Jalan Panjang, karena Ford meminta kami memiliki diler di atas lahan sendiri ketimbang lahan sewa. Dan kami sudah mendapatkan IMB di lokasi Puri Pesanggrahan tersebut," kata Andee, yang juga mengetuai konsorsium enam grup pemilik diler Ford tersebut.
Andee juga mengeluhkan bagaimana Ford pada awalnya mengabaikan protes keras pihak diler bahwa penutupan tidak bisa ditunda seharipun, dari pengumuman 25 Januari 2016, bahkan menolak berbagai negosiasi dari pihak diler baik itu permintaan pembuatan surat resmi untuk menghindari tuntutan pelangan maupun pengajuan penunjukkan distributor resmi baru.
Ironisnya, belakangan Ford mengeluarkan penundaan penutupan operasional hingga Maret 2017, sebagai buah dari kesepakatan damai atas gugatan oleh konsumen pemilik Ford Everest, David Tobing.
Selain itu diputuskan juga penunjukan pihak ketiga yang bakal menangani operasional purnajual Ford sebelum penutupan FMI total, yang hingga saat ini masih tak menemukan titik terang siapa yang akan ditunjuk.
Dampaknya, jaringan diler yang beroperasi juga harus terus melakukan pelayanan bagi konsumen di tengah ketidakpastian nasib bisnis mereka.
"Hingga saat ini kami belum diputus kontrak, tidak ada bedanya digorok di leher lantas dibiarkan supaya mati pelan-pelan," kata Andee.
(baca juga: Ford di ambang gugatan hukum jaringan diler resminya)
Oleh karena itu, enam grup jaringan diler tersebut sudah dua kali melayangkan somasi kepada FMI dan FMC, dan jika tetap tak digubris mereka akan mengambil jalur hukum dengan gugatan ganti rugi Rp1 triliun.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016
Tags: