BUMDes berperan jaga stabilitas harga pangan
24 Juni 2016 23:15 WIB
Ilustrasi. Sejumlah pekerja menumpuk beras untuk stok di Gudang Bulog Serang, Banten, Kamis (9/6/2016). Dengan stok sebanyak 75 ribu ton lebih, Bulog menjamin kebutuhan beras selama bulan Ramadan hingga pasca Lebaran akan terpenuhi, tetapi pihaknya tetap akan terus melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga di pasaran. (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Jakarta (ANTARA News) Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memiliki peran sebagai garda terdepan ekonomi desa, yaitu menjaga stabilitas harga pangan, kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri.
Abdullah Mansuri mengemukakan dalam keterangan persnya dalam diskusi yang digelar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, hadirnya BUMDes akan mampu memperpendek rantai distribusi barang, sehingga terhindar dari ulah tengkulak yang sulit dikendalikan pemerintah. "Jika BUMDes terbentuk di daerah, maka petani lokal akan setor barang ke BUMDes. Paling tidak pemerintah bisa lakukan pengawasan terhadap proses distribusi," ujarnya.
Data IKAPPI mengungkapkan, Indonesia memiliki 14 ribu pasar desa dengan asumsi jumlah pedagang sebanyak 350 ribu pedagang. Untuk itu Mansur menilai, perlu adanya intervensi harga pangan dari pemerintah agar tidak terus menerus dikendalikan mavia pasar.
"Harga produk pertanian tdak terkendali di pasar karena masih kuatnya sistem ijon. Pedagang pasar menjadi kambing hitam suplai dan demand yang tidak seimbang secara nasional. Padahal, kondisi tersebut justru mempersulit pedagang pasar," ujarnya.
Mansur mengungkapkan, BUMDes sejak Tahun 2015 telah terbentuk sebanyak 12.115 BUMDes, yang tersebar di 74 Kabupaten, 264 Kecamatan dan 1.022 desa. Jumlah tersebut dapat menjadi penggerak ekonomi desa, jika diakomodasi serius dan mendata jumlah produksi pertanian desa. "BUMDes adalah bentuk yang paling pas dalam mengorganisir kerjasama antara petani dan nelayan desa," ujarnya.
Adapun peran BUMdes dalam mengendalikan harga pangan menurutnya terdiri dari beberapa item, yakni menjadi distributor utama hasil pertanian desa, menginformasikan harga terkini, menginformasikan permintaan yang tinggi di tiap desa, dan melaporkan potensi berkurangnya stok pangan nasional.
"Saya membayangkan adanya website pangan nasional, di mana BUMDes melaporkan harga pangan di desa-desanya. Sehingga terpantau harga komoditi di desa-desa," ujarnya.
Di sisi lain, Ahmad Iman Syukri, Staf Khusus Menteri Desa PDTT, mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pasar induk, dibutuhkan suplai barang secara keberlanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dapat memanfaatkan Badan Usaha Bersama Milik Desa (BUMADes), yang menampung pasokan barang dari BUMDes.
"Kalau setiap minggu dituntut untuk mengirim sayuran sebanyak 50 ton ke pasar induk, maka itu harus dipenuhi. Dalam hal ini BUMDes mampu atau tidak? Jika tidak, di sinilah peran BUMDes Kawasan atau yang disebut dengan BUMADes," ujarnya.
Dalam sistem tersebut ia menjelaskan, perlu adanya pemetaan produk desa oleh pemerintah daerah, sehingga dapat dimanajemen oleh BUMADes. Meski diakui, dibutuhkannya waktu dan proses untuk menjadikan BUMDes tumbuh besar dan berkembang.
Menurut Iman Syukri, proses tersebut adalah embrio untuk mendorong kebangkitan ekonomi desa. "Dana Desa sekarang masih dimaksimalkan untuk pembangunan infrastruktur. Tapi ketika infrastruktur sudah terpenuhi, ke depannya bisa kita maksimalkan untuk BUMDes," ujarnya.
Abdullah Mansuri mengemukakan dalam keterangan persnya dalam diskusi yang digelar Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, hadirnya BUMDes akan mampu memperpendek rantai distribusi barang, sehingga terhindar dari ulah tengkulak yang sulit dikendalikan pemerintah. "Jika BUMDes terbentuk di daerah, maka petani lokal akan setor barang ke BUMDes. Paling tidak pemerintah bisa lakukan pengawasan terhadap proses distribusi," ujarnya.
Data IKAPPI mengungkapkan, Indonesia memiliki 14 ribu pasar desa dengan asumsi jumlah pedagang sebanyak 350 ribu pedagang. Untuk itu Mansur menilai, perlu adanya intervensi harga pangan dari pemerintah agar tidak terus menerus dikendalikan mavia pasar.
"Harga produk pertanian tdak terkendali di pasar karena masih kuatnya sistem ijon. Pedagang pasar menjadi kambing hitam suplai dan demand yang tidak seimbang secara nasional. Padahal, kondisi tersebut justru mempersulit pedagang pasar," ujarnya.
Mansur mengungkapkan, BUMDes sejak Tahun 2015 telah terbentuk sebanyak 12.115 BUMDes, yang tersebar di 74 Kabupaten, 264 Kecamatan dan 1.022 desa. Jumlah tersebut dapat menjadi penggerak ekonomi desa, jika diakomodasi serius dan mendata jumlah produksi pertanian desa. "BUMDes adalah bentuk yang paling pas dalam mengorganisir kerjasama antara petani dan nelayan desa," ujarnya.
Adapun peran BUMdes dalam mengendalikan harga pangan menurutnya terdiri dari beberapa item, yakni menjadi distributor utama hasil pertanian desa, menginformasikan harga terkini, menginformasikan permintaan yang tinggi di tiap desa, dan melaporkan potensi berkurangnya stok pangan nasional.
"Saya membayangkan adanya website pangan nasional, di mana BUMDes melaporkan harga pangan di desa-desanya. Sehingga terpantau harga komoditi di desa-desa," ujarnya.
Di sisi lain, Ahmad Iman Syukri, Staf Khusus Menteri Desa PDTT, mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan pasar induk, dibutuhkan suplai barang secara keberlanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dapat memanfaatkan Badan Usaha Bersama Milik Desa (BUMADes), yang menampung pasokan barang dari BUMDes.
"Kalau setiap minggu dituntut untuk mengirim sayuran sebanyak 50 ton ke pasar induk, maka itu harus dipenuhi. Dalam hal ini BUMDes mampu atau tidak? Jika tidak, di sinilah peran BUMDes Kawasan atau yang disebut dengan BUMADes," ujarnya.
Dalam sistem tersebut ia menjelaskan, perlu adanya pemetaan produk desa oleh pemerintah daerah, sehingga dapat dimanajemen oleh BUMADes. Meski diakui, dibutuhkannya waktu dan proses untuk menjadikan BUMDes tumbuh besar dan berkembang.
Menurut Iman Syukri, proses tersebut adalah embrio untuk mendorong kebangkitan ekonomi desa. "Dana Desa sekarang masih dimaksimalkan untuk pembangunan infrastruktur. Tapi ketika infrastruktur sudah terpenuhi, ke depannya bisa kita maksimalkan untuk BUMDes," ujarnya.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016
Tags: