Rupiah kamis pagi menguat menjadi Rp13.238
23 Juni 2016 10:41 WIB
Rupiah Ditutup Melemah Petugas menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang BNI Melawai, Jakarta, Selasa (15/9). Nilai tukar rupiah terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang Federal Open Market Committee (FOMC), Selasa (15/9) menyentuh level Rp 14.408 per dolar AS atau melemah 0,52 persen dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.333 per dolar AS. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma) ()
Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis pagi, bergerak menguat sebesar 45 poin menjadi Rp13.238 dibandingkan posisi sebelumnya pada posisi Rp13.283 per dolar AS.
"Dolar AS mengalami pelemahan terhadap sebagian mata uang dunia, termasuk rupiah di tengah penantian investor terhadap pemungutan suara apakah tetap di Uni Eropa (EU) atau keluar," kata analis Monex Investindo Futures Putu Agus di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan bahwa hasil polling Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) terbaru menunjukan jumlah responden yang memilih Inggris keluar sebesar 44 persen. Jumlah responden yang memilih bertahan masih unggul sebesar 45 persen, namun keunggulan tersebut sangat tipis.
"Masih adanya potensi Inggris keluar membuat kekhawatiran ekonomi AS kembali melambat, sehingga mempengaruhi laju dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa penguatan mata uang domestik juga ditopang oleh harga minyak mentah yang kembali menguat. Terpantau harga minyak jenis WTI Crude berada naik 0,65 persen menjadi 49,45 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 0,54 persen ke posisi 50,15 dolar AS per barel.
Sementara itu, Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa menjelang referendum Inggris, volatilitas pasar uang di dalam negeri relatif masih stabil. Beberapa kebijakan yang telah diambil pemerintah menjadi salah satu faktor yang menjaga fluktuasi rupiah.
Menurut dia, sentimen mengenai penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dan relaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) masih terasa dampak positifnya sehingga apresiasi rupiah kembali terjadi.
"Dolar AS mengalami pelemahan terhadap sebagian mata uang dunia, termasuk rupiah di tengah penantian investor terhadap pemungutan suara apakah tetap di Uni Eropa (EU) atau keluar," kata analis Monex Investindo Futures Putu Agus di Jakarta, Kamis.
Ia mengemukakan bahwa hasil polling Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) terbaru menunjukan jumlah responden yang memilih Inggris keluar sebesar 44 persen. Jumlah responden yang memilih bertahan masih unggul sebesar 45 persen, namun keunggulan tersebut sangat tipis.
"Masih adanya potensi Inggris keluar membuat kekhawatiran ekonomi AS kembali melambat, sehingga mempengaruhi laju dolar AS," katanya.
Ia menambahkan bahwa penguatan mata uang domestik juga ditopang oleh harga minyak mentah yang kembali menguat. Terpantau harga minyak jenis WTI Crude berada naik 0,65 persen menjadi 49,45 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 0,54 persen ke posisi 50,15 dolar AS per barel.
Sementara itu, Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa menjelang referendum Inggris, volatilitas pasar uang di dalam negeri relatif masih stabil. Beberapa kebijakan yang telah diambil pemerintah menjadi salah satu faktor yang menjaga fluktuasi rupiah.
Menurut dia, sentimen mengenai penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dan relaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) masih terasa dampak positifnya sehingga apresiasi rupiah kembali terjadi.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016
Tags: