"Agar lebih mudah membedakan dan tidak membingungkan, maka proyek perluasan Terminal 3 disebut Terminal 3 Ultimate," ujarnya.
Ia menambahkan, arti dari kata ultimate itu sendiri, bahwa pengembangan yang dilakukan di Terminal 3 kali ini sudah paling maksimal, tidak bisa lebih dari yang sudah berdiri saat ini.
Melihat perkembangan saat ini, kata Haryadi, di mana proyek pengembangan terminal itu hampir usai dan akan segera dioperasikan maka pihak Angkasa Pura II secara resmi menggunakan nama Terminal 3.
"Sehingga, kami tegaskan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat ini hanya terdapat Terminal 1, 2, dan 3. Apabila nanti ada proyek pembangunan terminal baru maka akan disebut dengan Terminal 4," jelas Haryadi.
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR, Mustafa Kamal, di Jakarta, Senin (20/6), mengritik penggunaan kata ultimate pada nama terminal baru di Bandara Internasional Soekarno-Hatta karena hal itu bukanlah kata bahasa Indonesia.
Akan tetapi, banyak istilah, nama bangunan, dan nama jabatan, dan lain-lain di Indonesia terlanjur memakai bahasa asing.
"Segala aktivitas perdagangan harus menggunakan bahasa Indonesia, tapi ada bandara yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia. Bagaimana bandara baru Terminal 3 menggunakan bahasa asing yaitu ultimate," kata Kamal.
Dia mengingatkan, salah satu pertimbangan UU Nomor 24/2009 mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, adalah bahwa bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaaan merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara.
Dengan UU tersebut, ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, maka bahasa Indonesia juga dinyatakan adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di wilayah Indonesia. Bahasa Indonesia juga simbol negara dan instansi resmi negara selayaknya memakai bahasa Indonesia.
Untuk itu, Kamal mendesak pemerintah tegas melaksanakan amanat UU Nomor 24/2009 itu. Jika dibiarkan, penggunaan bahasa asing akan melebihi bahasa Indonesia di negerinya sendiri.
"Kalau kita tidak tegas sejak dini, maka penggunaan bahasa asing akan melebihi bahasa Indonesia. Apakah kita akan menamakan gedung DPR dengan bahasa asing? Indonesia seperti bukan di rumahnya sendiri," katanya.